ZIARAH: Salah seorang peziarah tengah berdoa di makam Saleh Sungkar di Labuan Lombok. |
SELONG--Nama Saleh Sungkar tidak asing di telinga masyarakat Lombok. Namanya diabadikan menjadi nama jalan dan dusun.
Saleh Sungkar tentu bukan orang sembarangan. Di masa kolonialisme dulu, ia tercatat sebagai salah satu paderi gagah berani. Ia sosok pemimpin rakyat kecil kala itu.
Nama besarnya tidak saja karib di telinga rakyat yang dipimpinnya. Tapi namanya juga populer di telinga para penjajah Jepang.
Saleh Sungkar tidak saja pemimpin bagi kaumnya. Sosok kharismatik ini dikenal pula sebagai pemuka agama karena kedalaman ilmunya.
Epos perjuangan Saleh Sungkar bukanlah mitos masa lalu. Tapi ia nyata dan masih hidup di sanubari masyarakat Lombok.
Pusara tokoh yang satu ini masih dirawat dengan baik oleh warga. Peristirahatan terakhirnya ini berada di antara pekuburuan warga.
Konon makamnya yang berada di antara pekuburan warga adalah sebagai bukti keinginannya untuk terus dekat dengan rakyatnya.
Makam sosok ini berada di Dusun Saleh Sungkar. Sebuah dusun yang diabadikan dari namanya sendiri. Dusun ini berada di Desa Labuan Lombok, Kecamatan Pringgabaya Lombok Timur.
"Beliau (Saleh Sungkar) salah seorang pemimpin rakyat," kata Juru Kunci Makam Saleh Sungkar, Setrim, belum lama ini.
Dari penuturan Setrim tabir sejarah tentang kehidupan sosok ini sedikit banyak terungkap. Dulu pada saat sebelum Jepang masuk sekitar tahun 1940, masyarakat di Lombok menderita kelaparan.
Paceklik tahunan tersebut rupanya membuat kehidupan ekonomi masyarakat kala itu sangat keropos. Kelaparan yang terjadi seolah dibayang-bayangi kematian yang siap menyergap setiap nyawa penduduk saat itu.
Saleh Sungkar yang sadar akan kondisi itu tidak berdiam diri. Sebagai sosok yang didapuk menjadi pemimpin, ia pun mengeluarkan maklumat.
"Segala bentuk hasil pertanian boleh dikirim ke luar Lombok, kecuali beras. Ubi, jagung, kedelai dan hasil panen lainnya boleh dikirim," tutur Setrim.
Maklumat yang dikeluarkannya itu rupanya mendapat tentangan dari para pedagang. Tentangan tersebut alasannya hanya karena persoalan profit. Para pedagang tidak mau rugi dan harus mendapat untung maksimal.
Namun, Saleh Sungkar pantang menjilat air ludahnya sendiri. Terlebih sebagian besar petani yang dipimpinnya juga memberi dukungan. Rakyatnya tak satu pun yang mengirim beras.
"Dulu kan ada distributor lokal yang bawa semua hasil panen masyarkat untuk dikirim ke Jawa," cerita pria 92 tahun ini.
Lantaran masalah itu, terangnya, Saleh Sungkar dibawa ke Kota Selong. Sejak dibawa, Saleh Sungkar tidak pernah menampakan diri lagi.
Warga yang sadar Saleh Sungkar tak menunjukan batang hidung kontan mencari. Rakyat bingung mencarinya hingga ke berbagai sudut.
Tak lama setelah itu, ia ditemukan sudah tak bernyawa. Mayatnya ditemukan di sebuah lubang dengan kedalaman satu meter.
Anehnya, jasadnya tak dimakan oleh binatang. Padahal, pada saat ditemukan banyak binatang buas yang menjaga jasad tersebut.
Akhirnya berita tetang kematian pun terdengar. Jasadnya dikuburkan. Namuan tak lama berselang, kuburnya dibongkar dan jasadnya dibawa ke Makam Loang Balok, di Ampenan Mataram.
"Sisa-sisa jasad Saleh Sungkar lah yang saat ini dibangun layaknya kuburan di tempat ini," terangnya sembari menunjuk makam sosok tersebut.
Lantaran memiliki kharisma, tak heran banyak yang mengunjungi makam Saleh Sungkar. Baik di Loang Baloq dan Labuan Lombok.
Dikatakannya, orang yang datang ziarah kubur dari berbagai daerah di NTB. Sebut saja seperti Sumbawa, Bima, Dompu, Mataram, Lombok Tengah dan Lombok Barat. Kedatangan para peziarah ini tak jarang untuk meminta syarat agar sembuh.
"Banyak niat yang lain, dan sampai sekarang masih ada yang berkunjung," ucapnya. (jl)