INDAH: Inilah salah satu bagian pemandangan dari keindahan wisata Pusuk di Sembalun. (Sumber Foto IG@ruminingrumi) |
Sekretaris Dinas Pariwisata Lombok Timur, Martawi mengatakan, Kawasan Wisata Pusuk merupakan hak kelola. Atas dasar itulah pihaknya berani menerbitkan tiket retribusi di kawasan tersebut.
"Atas dasar itulah kami berani mengeluarkan tiket retribusi sesuai amanat Perda nomor 3/2013 Lotim," jelasnya, Sabtu (10/7).
Dasar hak kelola ini, bebernya, menyusul adanya wacana usulan ke Pemprov NTB sejak 2018 lalu. Wacana itu ditindaklanjuti dengan menyurati Pemprov dengan nomor 030/142/PAR/2019. Surat ini sendiri dikirim sekitar 15 Mei 2019 lalu.
Terhadap surat tersebut, Pemprov NTB kemudian membalas dengan nomor surat 522/192/LHK/2019. Inti surat balasan ini menyetujui usulan Pemkab Lotim mengelola Kawasan Wisata Pusuk.
Sebelum surat dilayangkan ke Pemprov, lanjutnya, di Kawasan Wisata Pusuk saat itu sempat terjadi gejolak. Kala itu antara masyarakat Sembalun dan Bebidas Kecamatan Wanasaba sempat bersitegang dalam mengelola kawasan tersebut.
Buntutnya, Pemkab Lotim yang tidak ingin membiarkan konflik berkelanjutan, lantas menginisiasi usulan pengelolaan kawasan. Hanya saja, sebelum itu pula sudah lebih dulu dilewati dengan serangkaian diskusi-diskusi.
"Salah satu yang tercetus dari diskusi itu adalah membentuk Pokdarwis gabungan antara Sembalun dan Wanasaba. Pokdarwis inilah yang sekarang mengelola kawasan itu," bebernya.
Martawi juga menjelaskan duduk perkara status bangunan destinasi di kawasan tersebut. Bangunan destinasi yang ada disebutnya merupakan pekerjaan dari Kementerian Pariwisata. Belakangan bangunan itu dihibbahkan pula ke Pemkab Lotim untuk dikelola.
Sebelum mendapatkan penjelasan dari Martawi, Jejak Lombok sebelumnya meminta komentar Kepala Bidang Pemasaran Dispar Lotim, Muhir. Hanya saja, Muhir tidak memberi banyak tanggapan dan meminta penjelasan lebih detail kepada atasannya.
"Karena sejak awal yang banyak komunikasi dengan TNGR dan KPH ini adalah Pak Sekdis. Beliau juga yang diberikan kewenangan sepenuhnya untuk berbicara soal kawasan tersebut," tegasnya.
Polemi pengelolaan Kawasan Wisata Pusuk mencuat dilatari karena terbitnya tiket retibusi pariwisata. Terbitnya tiket ini mengundang tanggapan dari para pegiat wisata di Sembalun dan menduga tiket tersebut cacat hukum.
Penilaian itu disampaikan Royal Sembahulun lantaran Kawasan Wisata Pusuk berada di kawasan hutan lindung. Ia mendasari argumennya dengan menyertakan Undang-undang 23/2014.
Karena itu wilayah hutan, Pemprov NTB juga disebutnya memiliki Perda nomor 5/2018. Dimana perda iniengatur tentang retribusi di kawasan hutan lindung. (jl)