MASIH LIBUR: Pelajar SMA masih ditetapkan libur hingga masa transisi pandemi Corona berakhir. (Foto Internet) |
Telusuran Jejak Lombok, beberapa wali siswa tingkat SMA sederajat mengeluhkan harga seragam yang mahal. Harga yang diberlakukan hingga Rp 2 juta lebih.
"Tarif harga yang diberlakukan itu termasuk untuk baju khas, imtaq dan olahraga," kata sumber yang enggan dibeber identitasnya ini.
Dari tiga paket seragam itu, ditaksir keuntungan per siswa bisa sampai Rp 500 ribu. Jumlah keuntungan ini dianggap keterlaluan, terlebih sekolah merupakan lembaga pendidikan, bukan lembaga bisnis.
Apa yang dikeluhkan sumber yang kini menyekolahkan anaknya di salah satu SMA di Mataram ini rupanya diamini salah seorang guru. Secara kebetulan antara wali siswa dan guru tersebut merupakan tetangga satu komplek.
"Itu dah sangat gila keuntungannya. Bisa sampai beli mobil," ucap guru tersebut.
Keuntungan disebutnya semakin berlipat-lipat ketika sekolah bersangkutan menerima siswa dalam jumlah banyak. Secara pribadi ia mengaku kurang sepakat dengan harga mahal yang dianggap memberatkan warga.
Terhadap persoalan itu, Divisi Pencegahan Ombudsman Perwakilan NTB, Muhammad Rasyid Rido mengatakan, pihkanya setiap tahun selalu mewanti-wanti persoalan tersebut. Di setiap momentum Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) masalah ini disebutnya selalu muncul.
"Sebaiknya seragam itu dikelola pihak koperasi sekolah. Jangan langsung sekolah yang fasilitasi," ujarnya, Rabu (15/7).
Jika sekolah bersangkutan tidak memiliki koperasi, jelasnya, hendaknya masyarakat diberikan alternatif. Masyarakat tidak boleh dipaksa membeli seragam di sekolah.
Apa yang dilontarkan pihak Ombudsman NTB ini diamini Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB, H Aidy Furqon. Ia mengatakan, di masa pandemi virus corona hendaknya masyarakat diberikan kelonggaran. Jangan sampai warga dipaksa lantaran kondisi ekonomi sedang sulit.
"Hendaknya koperasi yang fasilitasi seragam. Jangan sampai sekolah yang fasilitasi," ucapnya.
Selain itu, lanjutnya, masyarakat juga harus diberikan pilihan. Jangan sampai pihak sekolah memaksa wali siswa.
Selain soal mahalnya harga, Aidy juga menyinggung masa masuk sekolah. Ia menyebut sekolah baru bisa melaksanakan aktivitas belajar tatap muka setelah selesai masa transisi pandemi.
Sekolah disebutnya baru boleh masuk sekolah pada tanggal 13 September mendatang. Pada tanggal itu disebutnya semua sekolah di kabupaten kota sudah bolah melaksanakan aktivitas belajar.
Diketahui, di NTB ini baru Kota Bima yang dibolehkan melaksanakan aktivitas belajar tatap muka. Kota Bima termasuk dari 104 daerah di Indonesia yang ditetapkan Kemendikbud RI boleh melaksanakan aktivitas belajar tatap muka.
Terhadap Kota Bima, jelasnya, sudah ada surat edaran gubernur. Dalam edaran tersebut sekolah baru boleh masuk di atas tanggal 13 September.
"Pemprov NTB masih was-was. Karena itu diberlakukan untuk semua daerah masuk serentak di bulan September," tegasnya. (jl)