LAWAN TERORISME: FKPT NTB dan BPNT mengajak semua pihak melawan dan menangkal faham terorisme. |
MATARAM--Kasus kejahatan luar biasa berupa radikalisme dan terorisme belakangan ini kian marak. Terhitung sejak awal medio 2020, tepatnya 1 Juni hingga 12 Agustus terdapat sebanyak 72 kasus penangkapan pelaku kejahatan ini.
"Jangan dikira di masa pandemi ini radikalisme dan terorisme tidur. Mereka terus beraktivitas," ungkap Kepala Seksi Partisipasi Masyarakat Deputi Pencegahan Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Letkol Laut Setyo Pranowo, Rabu (30/9), di Mataram.
Bahkan di masa pandemi virus corona saat ini, kewaspadaan terhadap radikalisme dan terorisme harus ditingkatkan. Ini karena aktivitas penyebaran faham dilakukan pula lewat jejaring internet dan dunia maya.
Jejaring online internet, terangnya, cukup efektif dalam proses indoktrinasi. Tak heran jika penyebaran faham dan rekrutmen anggota juga dilakukan secara online.
Harus diingat, ucapnya, para pelajar di masa pandemi saat ini banyak belajar menggunakan pola daring. Karena itu, pengawasan orang tua disebutnya sangat penting.
"Jaga anak-anak kita agar tidak terpapar dari faham ini," pintanya.
Menyadari pelajar sebagai aset bangsa, Setyo menegaskan pentingnya upaya moderasi dari sekolah. Upaya ini tidak lain untuk memberi pemahaman terhadap kalangan pelajar tentang ajaran agama yang benar.
Tidak hanya ajaran agama, nilai-nilai kearifan budaya juga disebutnya banyak mengajarkan kebaikan. Lewat pemahaman ajaran agama dan budaya yang benar diyakini semua komponen sekolah bisa terhindar dari faham radikalisme dan terorisme.
Setyo menegaskan, banyak pihak yang harus dilibatkan dalam membentengi para pelajar dari kedua faham ini. Salah satunya yakni melibatkan guru agama di sekolah.
Baginya, guru agama sangat berperan besar memberikan pemahaman bagi peserta terkait ajaran agama yang benar. Jika guru agama tidak memahami ajaran agama dengan utuh, bukan tidak mungkin potensi anak didik terpapar radikalisme dan terorisme lebih mudah.
Setyo lalu mengurai tentang eksistensi terorisme. Hampir di semua agama memiliki penyakit serupa.
Dalam kelompok terorisme Kristen Protestan misalnya, ada yang menyebut dirinya Army of God. Sementara dalam agama Katolik ada Irish Republican Army.
Menyusul dalam agama Yahudi, kelompok teroris ini berbalut faham Zionis. Sementara dalam agama Hindu ada Rashtriya Swaymsevk Sangh. Lalu dalam Islam ada yang dikenal dengan kelompok ISIS.
"Begitu juga dengan agama-agama lain, mereka juga ada yang memiliki kelompok teroris. Nah, jangan sampai kemudian makna terorisme dan radikalisme ini selalu diidentikan dengan Islam," ucapnya.
Sementara itu, Ketua Forum Komunikasi Pencegahan Terorisme (FKPT) NTB, HL Syafii mengatakan, kegiatan bertajuk Moderasi dari Sekolah merupakan bentuk atensi preventif. Lewat kegiatan yang melibatkan puluhan guru agama ini bisa menekan penyebaran faham radikalisme dan terorisme.
Di NTB, jelasnya, ada sekitar 50 ribu orang guru tingkat TK/SD. Dari jumlah itu jika memiliki pemahaman dan frekuensi yang sama terkait masalah terorisme dan radikalisme, dipastikan bisa meberangus bibit kedua faham tersebut. Ini karena pahaman agama kerap kali jalur transformasinya melalui guru agama di sekolah.
Syafii lantas mengingatkan oe.tingny kearifan budaya lokalitas. Banyak nilai baik yang bisa dijadikan dalam pedoman kehidupan sehari-hari.
Andai nilai agama dan budaya bisa dimaknai dengan benar, dipastikan anak-anak pelajar di NTB selamat dari faham radikal dan terorisme.
"Coba lihat Jepang. Mereka sangat menghargai bahasa dan budaya mereka sendiri. Mereka maju karena budayanya. Kita ini perlu meniru mereka dan tidak perlu malu," ucapnya.
Pihaknya mengaku bersyukur, lewat FKPT saat ini, kantong-kantong teroris di NTB mulai sedikit demi sedikit tergerus. Bukan saja karena kegiatan preventif yang dilakukan pihaknya, tapi juga masyarakat mulai sadar denga bahaya faham tersebut. (jl)