PANAS: Suasana aksi unjuk rasa memanas saat tolak UU Cipta Kerja di DPRD NTB. |
MATARAM--Ribuan massa gabungan mengepung Kantor DPRD NTB menolak pengesahan UU Cipta Kerja, Kamis (8/10). Penolakan ini buntut pengesahan undang-undang tersebut oleh DPR RI, Senin malam (5/10).
Massa dari mahasiswa dan buruh bergerak serentak menuju Kantor DPRD NTB di Jalan Udayana Mataram sejak pukul 09.00 WITA. Gelombang massa aksi kian menyemut dan tak bergeming di bawah kawalan aparat.
Jalan Udayana yang biasanya longgar dari arus lalu lintas kendaraan dibuat tidak bisa dilalui. Pihak kepolisian pun menggelar rekayasa arus lalu lintas lantaran akses jalan itu diblokir para demonstran.
Lewat pengeras suara yang disertakan, para demonstran satu demi satu menyampaikan orasinya. Pengesahan UU Cipta Kerja dinilai menyengsarakan rakyat. Terlebih pengesahan tersebut dilakukan di masa pandemi virus corona.
Buntut pengesahan itu, dinilai tidak saja berdampak skala pendek yang berimbas pada kesulitan ekonomi. Lebih dari itu, dalam skala panjang, hak-hak para pekerja juga tidak dipenuhi.
Para demonstran menuding regulasi yang disahkan ini lekat dengan aroma kepentingan para pengusaha. Pasalnya, undang-undang ini sangat berpihak terhadap kaum pemodal dan merugikan pekerja.
Wakil rakyat di Senayan dituding telah melukai perasaan keadilan bagi rakyat kecil. Belum lagi ihwal pengesahan undang-undang ini dilakukan di luar prediksi publik.
Bagi demonstran, dengan adanya regulasi ini bisa dipastikan upah pekerja bisa lebih rendah dari UMK. Belum lagi dampak krusial lainnya, seperti hilangnya hak pesangon. Dimana sistem pesangon akan diganti dengan tunjangan PHK selama 6 (enam) bulan.
Ketimbang regulasi yang baru disahkan ini, UU ketenagakerjaan sebelumnya dianggap jauh lebih humanis. Jika di tinjau dari pasal 156 ayat (1) Undang-Undang No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, hak pesangon bagi pekerja atau buruh bisa lebih rendah dari ketentuan tersebut.
Lewat regulasi ini, demonstran khawatir terjadi fleksibiltas pasar kerja. Hal ini akan berbuntut pada merajalelanya penggunaan tenaga kerja outsourching atau kontrak.
"Kalau sudah begini, akan berdampak tidak adanya kepastian dan perlindungan hukum terhadap para pekerja/buruh," teriak demonstran.
Kesialan lain yang dibonceng regulasi ini, dinilai menyebabkan terjadinya fleksibilitas pasar kerja. Fleksibelitas itu akan berdampak kepada para pekerja dan tidak mendapatkan jaminan sosial.
Karena itu, apabila tanpa ada status kepastian pekerjaan secara hukum berbuntut tidak akan terpenuhi syarat didapatkannya jaminan sosial dan jaminan hari tua.
Sedianya, para demonstran akan ditemui para wakil rakyat di Udayana. Namun karena durasi menunggu yang cukup lama membuat batas kesabaran para demonstran goyah.
Akibatnya, suasana unjuk rasa mulai memanas. Para demonstran melayangkan lemparan berupa batu, gelas plastik ke arah kantor dewan.
Tak itu saja, demonstran berkali-kali berusaha menembus gerbang DPRD NTB. Tiga gerbang akses masuk di kantor itu menjadi sasaran. Bahkan, gerbang bagian selatan DPRD NTB dibuat rusak setelah sebelumnya terjadi pembakaran dan aksi dorong-mendorong.
Sekitar pukul 14.15 Wita, Ketua DPRD NTB, Hj Isvie Rupaeda menemui massa aksi. Di hadapan pendemo, ia memastikan ikut menolak undang-undang tersebut.
"Besok paling cepat rekomendasi penolakan kami secara pribadi dan kelembagaan akan menolak," ucapnya.
Isvi juga memastikan akan mengawal penolakan tersebut. Apa yang disuarakan demonstran juga menjadi suara wakil rakyat NTB.
Nampak di lokasi, aparat kepolisian mengerahkan personilnya. Bahkan satu peleton Brimob juga sedia di lokasi. (jl)