Prof. Zainal Asikin |
SELONG--Kisruh persoalan rencana pembangunan tambak udang Suryawangi, Kecamatan Labuan Haji Lombok Timur terus bergulir. Polemik ini bahkan mengundang atensi akademisi hukum turut berkomentar.
Akademi Fakultas Hukum Universitas Mataram, Prof. Zainal Asikin mengatakan, perangkat rekomendasi yang dikeluarkan Pemkab Lombok Timur untuk perizinan tambak udang Suryawangi merupakan sebuah keputusan. Di lain sisi, ada peraturan berupa Perda RTRW yang berhadap-hadapan dengan keputusan tersebut.
Perangkat rekomendasi yang dimaksud yakni, rekomendasi Bupati Lotim Nomor 503/100/PM/2020. Rekomendasi ini diterbitkan pada Maret lalu.
Dari rekomendasi tersebut, belakangan terbit surat pemberian izin lokasi kepada perusahaan tambak udang PT Sumber Lautan Emas Abadi. Surat bernomor 1728/100/PM/2020 diterbitkan Dinas Penanaman Modal Satu Pintu (DPMSP) Lombok Timur.
Tak lama setelah itu, beredar pula surat bernomor 221/503/PM/2020 yang ditandatangani Sekda Lotim. Surat itu beisi perihal rekomendasi kesesuaian ruang.
Terhadap tiga surat tersebut, Asikin menilai posisinya berhadap-hadapan dengan Perda nomor 2/2012 tentang tata ruang dan wilayah Lombok Timur. Ketiga surat itu disebutnya sebagai sebuah keputusan yang tidak memiliki kekuatan yuridis.
"Karena itu, tidak ada ceritanya keputusan mengalahkan peraturan," ucapnya, Sabtu (3/10).
Ia juga menyinggung bagaiman upaya revisi Perda Nomor 2/2012. Andaipun perda itu direvisi, pembangunan tambak udang di Kelurahan Suryawangi tetap tidak bisa dilaksanakan. Ini karena dalam kaidah hukum, tidak ada aturan yang berlaku surut.
"Ingat, hukum itu tidak retroaktif. Tidak berlaku surut. Coba buka kitab kukum pidana, pelajaran pertama yang diajarkan yakni hukum tidak berlaku surut," ucapnya.
Kendati demikian, lanjutnya, rekomendasi yang dikeluarkan Pemkab Lotim masih bisa dicabut. Rekomendasi itu disebutnya tidak bisa dipidana karena bersifat administratif.
Karena itu, terangnya, bila ada masyarakat bekerberatan dengan rekomendasi tersebut, bisa di-clash action. Kelompok masyarakat sipil atau LSM bisa mem-PTUN-kan rekomendasi yang ada.
Bagi Asikin, potensi pidana dalam karut-marut masalah tambak ini jika sudah ada aktivitas fisik. Bila pihak perusahaan nekat beraktivitas, dipastikan bisa dibawa ke ranah pidana.
Terpenting saat ini, jelasnya, jika kasus ini telah bergulir ke khalayak, penekanan yang harus disorot adalah dugaan gratifikasi. Karena itu, pembuktian terhadap dugaan tersebut harus terus dikejar.
Sebelumnya, salah seorang kuasa hukum Aliansi Rakyat Merdeka, Deni Rahman mengatakan, perizinan soal tambak udang Suryawangi tersebut terkesan dikondisikan. Terlebih mencuatnya soal rekomendasi itu diketahui publik baru-baru ini.
"Rekomendasi ini kan sudah lama. Izinnya dari dinas juga sekitar bulan Mei," ucapnya, Kamis (27/9).
Dari rentang waktu terpublikasinya alas izin tersebut, Deni menilai ada upaya pengkondisian. Rekomendasi dan izin tersebut tidak bisa di-PTUN-kan lantaran sudah lebih dari 90 hari.
Dengan situasi ini, jelasnya, Pemkab Lotim terkesan hafal betul celah hukum yang berpotensi menjadi penjegal. Karena itu, publikasi terkait rekomendasi dan perizinan itu bisa terhindar dari jerat hukum.
Namun demikian, pihak-pihak yang terlibat dalam perizinan tambak udang ini disebutnya lupa masih ada potensi ruang pidana yang menjadi kendala. Sedikitnya ada dua ruang dugaan pidana yang bisa menyeret para pihak.
Pertama yakni potensi pidana umum terkait perubahan fungsi tata ruang. Potensi ini tertuang dalam UU 26/2007 pasal 69 ayat 1 tentang penataan ruang.
Terhadap pelanggaran ini, pihak-pihak yang terlibat seperti PT Samudera Lautan Emas Abadi, Bupati Lotim dan Kadis DPMPSP dinilai juga melanggar pasal 73 ayat 1 pada undang-undang yang sama. Khusus pejabat yang terlibat dalam perubahan fungsi tata ruang berpotensi dijerat 5 tahun penjara.
"Kalau di pasal 72 ayat 2 itu menyebutkan soal sanksi. Pihak-pihak yang terlibat bisa diberhentikan dari jabatannya," ucapnya.
Deni juga menyorot konsideran perizinan yang dikeluarkan DPMSP Lotim. Konsideran izin yang dikeluarkan untuk PT Samudera Lautan Emas Abadi pada poin B disebutnya mengundang tanda tanya publik.
Pada poin B izin itu menyebutkan, izin dikeluarkan berdasarkan rekomendasi Bupati. Mekanisme administrasi perizinan disebutnya seharusnya dari bawah ke atas. Bukan dari atas ke bawah.
Rekomendasi yang dikeluarkan bupati Lotim, dinilai tidak lebih seperti instruksi. Seharusnya rekomendasi dikeluarkan oleh pihak-pihak dibawahnya. Sebut saja seperti dinas-dinas terkait atau pihak lainnya selain kepala daerah.
"Jadi ada dugaan gratifikasi yang sudah masuk ke para pihak tersebut. Seharusnya konsideran rekomendasi tersebut berasal dari bawah, dari dinas-dinas atau pihak lain dibawahnya," ucapnya. (jl)