JUMPA PERS: Sejumlah pengurus ASITA 71 NTB saat menggelar jumpa pers di Kantor Dispar NTB.
MATARAM--Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA) atau Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia di NTB akhirnya terpecah dalam dualisme. Pecahnya kepengurusan di tubuh para pengusaha agen perjalanan menyeruak pasca Musda ASITA, 4 November 2020 lalu.
Penegasan terhadap dualisme kepengurusan ini ditandai dengan terbentuknya kepengurusan ASITA 71 oleh sejumlah pengusaha agen perjalanan. Beberapa yang tercatat dalam kepengurusan seperti Misbach Mulyadi dari T&T Travel, Johan Olii dari Jatatur dan Awanadhi Aswinabawa dari A&T Travel.
Selain itu, banyak lagi nama-nama lain yang masuk dalam kepengurusan ASITA 71. Mereka yakni, Riyan Bachtiar, Jenathan Rahabok, H Saifudin Zuhri, Tjok Suthendra Rai, Sahlan MS serta beberapa nama lainnya.
"Kami menyebut diri dari ASITA 71," kata Ketua ASITA 71 NTB, Tjok Suthendra Rai, kepada awak media, Senin (10/12), di Kantor Dinas Pariwisata NTB di Jalan Langko, Mataram.
Keberadaan ASITA 71 disebutnya sudah dilaporkan kepada Kepala Dinas Pariwisata NTB. Dalam laporan itu, Dispar mengajak semua pengusaha agen perjalanan ini sama-sama membangun pariwisata NTB.
Terhadap nama ASITA 71 sendiri, jelasnya, berangkat dari historis organisasi tersebut. ASITA sendiri dibentuk pada Januari 1971. Organisasi ini secara resmi mengantongi akta resmi Kemenkumham pada tahun 1975.
ASITA 71, lanjutnya, merupakan antitesa dari ASITA yang sudah menggelar Musda kemarin. Tidak ikutnya para pengusaha perjalanan dalam kepengurusan ASITA lantaran organisasi itu dituding ilegal.
"Karena akta pendirinya merujuk tahun 2016 kemarin. Sementara kami di ASITA 71 berpedoman terhadap akta tahun 1975," tegasnya.
Demi meyakinkan keberadaan ASITA 71, Tjok Suthendra menyebut jika induk organisasi ini telah menggelar Munas pada Oktober lalu. Hingga kini, sudah terbentuk sebanyak 24 kepengurusan ASITA 71 di semua provinsi di Indonesia.
Sementara itu, Wakil Ketua ASITA 71 NTB, Sahlan MS mengatakan, organisasi yang menaunginya bukanlah organisasi baru. Hanya saja, pihaknya berada dalam jajaran kepengurusan ASITA 71 lantaran kepengurusan ASITA yang telah menggelar Musda telah dilaporkan ke aparat hukum.
"Laporan kita berupa gugatan perdata. Saat ini masih berproses di pusat," ucapnya.
Materi gugatan yang disampaikan ASITA 71 yakni terkait legalitas ASITA yang mengantongi akta pendirian 2016.
Ia juga menyinggung alasan di balik ogahnya bergabung dengan ASITA. Para perintis yang melahirkan organisasi ini di NTB didepak dari ASITA. Sementara di lain sisi, kepengurusan ASITA 71 diambil oleh ASITA. (jl)