Oleh: H. Muhammad Bustanuddin
SUDAH baca buku tentang matinya kepakaran, karangan Tom Nichols? Ya jurnalis senior itu menggambarkan fenomena dunia kekinian soal banyaknya bermunculan orang yang berkomentar diluar keahliannya.
Komentar atau berpedapat tak dilarang. Bahkan telah dilindungi undang-undang. Namun, jika pendapat itu dilakukan diluar keahlian, bisa jadi hanya akan menimbulkan persepsi liar, tanpa dasar yang jelas.
Mengenai hal itu, nenek moyang telah memperingati agar tak melakukan hal semacam itu. Melalui semacam sesenggak Sasak (pribahasa dari Suku Sasak).
Salah satu sesenggak itu ialah, "Ndaq Ajah Betok Ngoncer,". Pribahasa ini telah diungkapkan oleh tetua suku Sasak ratusan tahun lalu. Untuk mengingatkan agar tak bicara diluar pemahaman. Terlebih mengajarkan kepada seseorang yang punya ilmu pengetahuan, apalagi orang itu lebih tua.
Pengibaratan ikan betok lantaran, hewan satu ini memiliki sisik yang keras dan berkepala besar. Selain itu, morfologi satu ini dikenal mahir berenang dalam lumpur.
Ini barmakna, jangan sampai saat mengluarkan pendapat hanya berdasarkan keinginan atau ketertarikan kepada seseorang yang ditokohkan. Dan jangan sampai cepat besar kepala jika dikritik dan disanjung.
Hewan ini, juga terkenal memiliki otak yang begitu keras. Yang maknanya banyak orang yang keras kepala. Tak ingin mendengarkan pedapat orang bahkan cenderung menyalahkan pendapat lain. Dan merasa diri paling pintar
Di lain sisi, hewan ini salah satu yang begitu pintar mengelabui. Sampai-sampai masuk kedalam lumpur, hanya sekedar mengelabui ketika sudah terancam. Maknanya tidak berani berhadapan secara lansung dengan lawan. Pesan singkatnya, menjaga lisan agar terjaga dari kehancuran.
Zaman digital ini sepertinya cocok untuk gambaran itu. Karena banyak orang yang seenaknya menilai orang. Bahkan seperti mengajar yang mereka sebenarnya tidak tahu kebenaran hal itu.
Jadi jangan sampai sperti sesenggak itu. Mengajarkan seorang tentang keahliannya. Atau pepatah lain mengatakan "jangan ajarkan ikan berenang,".
Semoga kita tetap dalam lindungan Allah, dan tetap menjaga lisan. Ada sebuah anekdot, "Jika pedang melukai badan, ada harapan untuk hidup. Tapi jika lisan melukai hati, kemana obat hendak diacri,".