SILATURRAHMI: Ketua BNPT, Komjen Pol Boy Rafly Amar saat bersilaturrahmi kepada pengurus NW Pancor.
SELONG--Persoalan terorisme di Indonesia harus terus dibendung. Diantara langkah yang dilakukan dengan melibatkan pondok pesantren.
Hal te rsebut disampaikan oleh Kepala Badan Nasionalisme Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Boy Rafly Amar. Lontaran ini disampaikan saat bersilaturahim dengan Ketua Umum Dewan Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Wathan (PBNW) TGB HM Zainul Majdi beserta Dewan Mustasyar, Rabu (11/11) di Pondok Pesantren Darun Nahdlatain NW Pancor, Kecamatan Selong, Lombok Timur.
Jendral bintang tiga ini mengatakan, sebelum datang ke Pulau Lombok, ia beserta jajaran sudah datang ke Kota Bima dan Kabupaten Dompu. Di dua daerah ini, ia berjumpa dengan narapidana terorisme (napiter) dan membangun fasilitas di pondok pesantren setempat.
"Sesuai dengan undang-undang penanggulangan terorisme, langkah yang dilakukan oleh BNPT dengan melakukan kesiapsiagaan, kontra radikalisasi, dan deradikalisasi," katanya.
Dijelaskan, kesiapsiagaan ini dilakukan karena terorisme masuk extraordinary crime (kejahatan luar biasa) lantaran mengusung ideologi kekerasan. Sikap daya tangkal dan daya cegah bertujuan untuk bisa dicermati masyarakat.
"Berbagai agama menjadi korban, lintas profesi dan tata sosial. Sifat kejahatannya destruktif dan berpotensi memunculkan ketakutan yang luas," urainya.
Saat ini, jelasnya, banyak anak muda direkrut kelompok teroris. Caranya sangat beragam, salah satunya lewat jejaring media sosial.
Sementara kontra radikalisasi, urainya, di era keterbukaan informasi begitu kuat. Warga internet Indonesia termasuk yang dijadikan sasaran kelompok jaringan terorisme, digunakan menyebarkan paham yang diyakini benar.
"Mereka memanfaatkan teknologi menyebarkan teror, ini cara yang efektif," urainya.
Boy menambahkan, informasi di dunia maya begitu banyak. Bahkan, digunakan anak muda Indonesia sebagai dasar menyiapkan aksi teror. Mulai dari membuat bom, termasuk menyerang dengan sebilah pisau.
"Di Kalimantan salah satu Polsek diserang dengan sebilah samurai. Ada surat berisi bangunlah anak muda Indonesia melawan thoghut," ucapnya.
Disebutkan, saat ini pengguna internet lebih dari 100 juta. Pengguna media sosial akan bertambah, terlebih anak muda yang sedang mencari jati diri. Bila salah arah dan tanpa embinaan bisa ikut aksi terorisme.
"Kami kemudian membuat duta damai, pusat media damai, dan televisi damai. Berbicara budi pekerti, budaya, dan jatidiri Indonesia," imbuhnya.
Mantan Kadiv Humas Mabes Polri ini menambahkan, perlu mendorong anak muda untuk bela negara. Bela negara adalah sebuah kehormatan menumbuhkan nasionalisme dan patriotisme.
"Kita tidak menginginkan anak Indonesia terdampar, Nahdlatul Wathan bisa mengajak untuk waspada perjuangan atas nama agama namun destruktif," katanya.
Terakhir tentang deradikalisasi, jelasnya, menggabungkan kebangsaan dan keagamaan. Kejahatan terorisme di dalam negeri yang menjalani hukuman sudah diatas seribu.
"Mereka ini dibina dan dibangunkan lapangan pekerjaan. Bekerjasama dengan UMKM, termasuk membuat kelompok pertanian," tandasnya.
Boy menambahkan, santri sebagai calon pemimpin, menitipkan supaya mereka memiliki kecintaan pada tanah air. Santri rentan terpapar ketika keluarga ponpes itu berurusan dengan hukum, ini seperti saat datang ke Jawa dan Sulawesi.
Kedua sudah menjadi contoh, di Nahdlatul Wathan telah membangun narasi kebangsaan bisa seimbang dengan ilmu agama, Islam wasathiyah.
"Ini sesuai pesan Bapak Wapres supaya kelompok intoleran dan radikal bisa dicegah. Jangan sampai naik kelas menjadi terorisme," tegasnya.
Intoleran, sambung Boy, mudah mengkafirkan dan menuduh aparatur negara thoghut. Bila berkembang bisa menjadi kelompok yang melakukan aksi teror, serta hal-hal destruktif. Untuk itu ia berharap bisa berkolaborasi dengan ulama karena dinilai strategis.
"Karena kelompok ini karena sering menggunakan simbol agama. Sementara prinsip ulama hubbul wathan minal iman. Mayoritas tidak boleh percaya oleh kelompok minoritas," bebernya.
"Meski begitu, tidak boleh pula mengindentikkan aksi terorisme ini dengan pondok pesantren," sambungnya.
Sementara itu, TGB HM Zainul Majdi berkisah, lokasi acara dikenal dengan Musala Al Abror, tempat pendiri Nahdlatul Wathan Maulanasyaikh TGKH M Zainuddin Abdul Madjid untuk perjuangan dan mendidik ilmu.
"Ini tempat penting perjalanan Nahdlatul Wathan, tidak hanya mendidik agama. Keislaman dan kebangsaan dua sisi dari satu mata uang. Menjadi muslim yang baik akan membangun negara," katanya.
Murid-murid Maulanasyaikh semangat untuk meneruskan perjuangan. Diantaranya dengan mengokohkan Islam wasathiyah, moderasi Islam. Beragama yang proporsional.
"Dalam perjalanan Nahdlatul Wathan ada budaya lokal diadopsi untuk mengokohkan nilai kebaikan," sambungnya.
Apa yang disampaikan Kepala BNPT, bagian dari waatawanu alal birri wattaqwa. Menjadi pengingat bagi anak muda. Para guru memastikan tidak ada bentuk pengajaran dan materi yang bertentangan dengan agama atau melawan negara.
"Ini seperti bait renungan masa. Karya Maulanasyaikh Pak Boy, disampaikan hidupkan iman hidupkan takwa agar hiduplah semua jiwa. Cinta teguh pada agama, cinta kokoh pada negara," ujarnya.
TGB sepakat dengan penjelasan Kepala BNPT, tidak boleh mengidentikkan pesantren dengan terorisme.
"Saya sepakat. Kami bangga sebagai warga pondok pesantren, dan warga pesantren akan selamanya menjadi benteng untuk negeri," tutup TGB.(jl)