BATU PURBA: Warga Desa Sapit meyakini batu ini berasal dari masa purba sejak desa itu berdiri.
SELONG-- Pernah dengar kata Megalitikum? Dalam pelajaran sejarah, Megalitikum merujuk pada masa zaman batu. Yakni pada rentang skala waktu sekitar 1500 tahun sebelum masehi.
Ya pada zaman itu dikenal juga dengan zaman batu besar. Di era itu batu dibuat sebagai pendukung aktivitas keseharian umat manusia.
Dalam penulusuran JEJAK LOMBOK, sisa peninggalan zaman masa Megalitikum masih dapat ditemui. Keberadaan benda-benda masa purba ini bisa disaksikan di Desa Sapit, Kecamatan Suela, Lombok Timur.
Secara administratif, desa yang terletak di kaki Gunung Rinjani ini merupakan salah satu desa tua. Penegasan ini bisa ditemui melalui folklore maupun beberapa babad di Lombok.
Di desa ini terdapat sebuah batu berukuran relatif besar. Oleh penduduk setempat batu tersebut dikeramatkan. Padahal, batu-batu itu berada di tengah pemukiman warga.
"Batu ini tidak berani diapa-apakan oleh warga di sini," kata tokoh pemuda Desa Sapit, Jannatan Firdaus, Senin (7/12).
Batu tersebut, lanjutnya, oleh masyarakat setempat disebut Serawak. Diduga keberadaan batu itu jauh sebelum desa ini lahir.
Namun uniknya meski hanya sekedar batu, tapi oleh masyarakat setempat bongkahan padat itu masih dilindungi. Bahkan, warga tidak berani menggeser ataupun memindahkannya.
Ada alasan kuat di balik ketakutan warga menggeser batu itu. Ini karena batu tersebut diyakini masih menyimpan tuah. Tak heran jika warga setempat mengeratkan benda tersebut.
Saat ini saja, jika ada gawe (acara, red) keluarga seperti khitanan atau yang lainnya, keberadaan batu ini tak pernah dilupakan. Warga yang sedang sakit, kadang mendatangi batu tersebut sebagai tempat zikir dan do'a, dan menaruh sesajian.
"Jika ada yang khitanan atau sakit masih dikunjungi oleh masyarakat setempat," terangnya.
Secara pribadi, Jannatan Firdaus sendiri masih penasaran soal kebenaran kabar itu. Lantaran itu, ia mulai mengumpulkam beberapa referensi dan menemukan hal serupa di zaman megalitikum.
Tak hanya dikeramatkan, namun juga terdapat ciri yang menurutnya sama dengan era tersebut. Yakni benda tersebut berbentuk berundak.
Di zaman Megalitikum, batu seperti ini biasanya disebut Punden. Dalam tradisi masa lampau, punden kerap dijadikan obyek pemujaan.
Secara teoritis, terangnya, punden berundak merupakan bangunan pemujaan para leluhur. Punden berundak memiliki ciri bertingkat dengan bahan dari batu, di atasnya biasa didirikan Menhir.
"Bangunan ini banyak dijumpai di Kosala dan Arca Domas Banten, Cisolok Sukabumi, serta Pugungharjo di Lampung," sebutnya.
Masih kata Jannatan, dalam perkembangan selanjutnya, punden berundak merupakan dasar pembuatan candi, keratin atau bangunan keagamaan.
SESAJI: Warga setempat meyakini batu-batu purba ini masih memiliki tuah dan dikeramatkan. Ini nampak jelas dengan adanya sesaji di dekat batu. |
Struktur dasar punden berundak ditemukan pada situs-situs purbakala dari periode kebudayaan Megalit-Neolitikum. Di zaman ini masih diwarnai peradaban pra Hindu-Buddha masyarakat Austronesia.
Padahal model peradaban ini juga masih digunakan sampai periode Islam masuk ke Nusantara.
Punden berundak ini biasanya dipergunakan sebagai sarana untuk menghormati dan pemujaan terhadap roh-roh nenek moyang. Kebudayaan megalitikum muncul pada zaman Neolitikum dan berkembang luas pada zaman logam.
"Peninggalan Megalitikum ini hampir menyebar di seluruh wilayah Nusantara," bebernya.
Ciri itulah yang ditemukan, di desa tersebut. Penemuan punden berundak ini pada dasarnya sudah lama di ketahui oleh masyarakat setempat. Namun karena tingkat pengetahuan masyarakat masih minim terkait dengan perkembangan fase sejarah, sehingga jenis bebatuan ini sangat jarang dipublikasi.
"Punden yang ada di di Desa Sapit ini sering disebut oleh masyarakat dengan serawak," sebutnya.
Tak hanya itu, peninggalan zaman Megalitikum seperti sarkofagus, dolmen dan jenis menhir juga didapati di desa itu. Keberadaan benda ini tersebar di beberapa wilayah kedusunan.
Hanya saja, akunya, benda-benda itu belum tertata rapi sebagai peninggalan zaman megalitikum. Di lain sisi, belum ada penilitian lebih lanjut terkait benda tersebut.
"Namun dari catatan pemuda, ada sekitar 17 jenis benda peninggalan situs pra sejarah dan diyakini sebagai peninggalan zaman megalitikum atau zaman batu muda," tandasnya. (sy)