H. Mugni
SELONG--Pengembangan sektor pariwisata di Lombok Timur oleh pemerintah daerah dinilai lambat. Dibanding daerah lain, progres pengembangan pariwisata di daerah ini dianggap relatif tertinggal.
Masalah ini rupanya bukan tanpa alasan. Dinas Pariwisata (Dispar) mengaku, salah satu penghambat yang dihadapi yakni belum disertifikatkan tanah milik pemerintah di lokasi wisata.
"Inovasi jelas ada, namun persyaratan yang tidak bisa kita penuhi seperti lahan bersertifikat atas nama pemerintah daerah," ucap Kepala Dinas Pariwisata Lotim, H Mugni, Jumat (4/12).
Ia menjelaskan, mulai 2021 mendatang, anggaran dana DAK boleh digunakan untuk pembangunan fisik (bangunan) jika berada di atas tanah bersertifikat. Ia menyebut, tanah negara di daerah pariwisata belum ada yang memiliki sertifikat.
Praktis, hal itu dinilai menjadi persoalan utama penghambat pengembangan wisata.
Untuk mendapat legalitas, Mugni mengaku telah mengajukan beberapa lokasi agar segera disertifikasi. Namun, hingga saat ini, Dispar masih menunggu.
Saat ini, lanjutnya, baru empat destinasi wisata yang dinilai memenuhi persyaratan untuk dikembangkan. Empat lokasi ini telah diusulkan untuk program pengembangan di Kemenpar RI.
"Usul pengembangan wisata telah kami sampaikan dan kita masih menunggu sampai hari ini," tegasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Lotim, H. Daeng Paelori sebelumnya telah angkat bicara tentang kemampuan Dispar dalam membangun pariwisata. Dispar selama ini dinilai belum mampu mengembangkan pariwisata Lotim secara maksimal.
Buntut ketidakmampuan itu, bebernya, berimbas pada rendahnya pendapatan daerah di sektor pariwisata.
Alasan anggaran, menurutnya kurang tepat untuk tidak mengembangkan potensi wisata yang luar biasa. Perencanaan induk dapat digunakan jadi senjata l menggaet anggaran pusat membantu pengembangan tersebut.
Daeng lantas menyebut alasan Disoar sangat klise.
"Saya rasa banyak inovasi yang dapat dilakukan, bukan diam saja," tegasnya. (hs)