(Mendialogkan Kontribusi Pimpinan Terhadap Persepsi Ummat Dalam Pandangan Nalar Sasak Dengan Teori Path Goal Robert J. House)
Dr. Jamaluddin, MPd |
“Pimpinan adalah orang-orang yang memiliki pengikut,” kata Peter Derucker, Dia juga meyakinkan bahwa “kepemimpinan adalah kekuatan magnetic dan atau bahasa gaib” Kepemimpinan bukan petemanan atau mempengaruhi, tetapi sebuah pujian, imbuhnya. Berikutnya ia pun mengurai bahwa: “kepemimpinan merupakan konstruksi visi yang hebat, menghadirkan efektifitas, dan membangun personality di luar batas yang biasa.”. Jhon C. Maxwell sendiri memandang kepemimpinan setara dengan pengaruh. Sedangkan menurut Dwight Eisenhower, kepemimpinan merupakan art atau seni menggiring orang untuk memutuskan sekaligus melakukan sesuatu yang diharapkan pimpinan dan oganisasi.
Pendapat para expert tentang pemimpin dan kepemimpinan menggambarkan sebuah kualitas. Di antara ulasan mereka, terkupas kualitas kapasitas atau daya, charisma, seni dan strategi, Dengan kualitas inilah pemimpin memegang otoritas. Posisinya sebagai pemegang otoritas sekaligus menjadi pengukuhan para pemimpin sebagai penentu atau determinant. Maka dapat dipastikan bahwa peluang pemimpin mewarnai atau menggarami pengikutnya sungguhlah lapamg.
Potret kepemimpinan dan pimpinan hari ini tampak cenderung tergerus. Jauh berbeda dengan kriteria dalam uraian para expert. Pelan tapi pasti kepemimpinan saat ini banyak yang menunjukkan kualitas di bawah garis benchmark. Menguatnya social movement, bahkan sampai mampu mengubah kebijakan pimpinan merupakan salah satu indikasi tergerusnya kualitas kepemimpinan dan pimpinan. Fakta objektiv ini sangat menghawaritkan, bahkan banyak yang berpendapat, “It’s the shame.” Pemicu kekhawatiran terdahulu tentu karena manakala social movement semakin menguat tanpa perimbangan power kepemimpinan, maka ketakteratuan social akan tesulut, sementara keteraturan akan tersudut. Terhadap kondisi kekinian ini, para pengamat berkomentar, “Kalau tak ada api maka tak akan mungkin ada asap.” Lalu muncul persoalan baru, “Apa pemantiknya?”
Menjawab persoalan di atas pada dasarnya tidak rumit. Walau demikian, perlu dicamkan, jika jawabann yang kita kedepankan adalah retorika tanpa fakta-fakta menuunnya kualitas kepemimpinan para pemimpin, maka jawaban yang simple ini akan ditelisik secara spesifik dengan pertanyaan baru, yaitu: “Bagaimana bentuk riil penurunan kualitas kepemimpinan tersebut?’ Pertanyaan baru inilah yang akan kita jawab dengan mendialogkan kontribusi pimpinan terhadap persepsi ummat dalam pandangan nalar sasak dengan teori Path Goal Robert J. House.
Salah satu produk budaya yang diasosiasikan sebagai icon kepemimpinan dalam nalar Sasak adalah Reken. Pada sebagian pengguna Bahasa sasak, Reken disebut Iken. Produk budaya ini merupakan sebuah perangkat sangat sederhana untuk memudahkan pekerjaan sekaligus melindungi bagian kepala inaq-inaq atau dedare (ibu atau gadis) Sasak ketika menjinjing bawaannya. Reken atau Iken dibuat dari bahan yang empuk, seperti kain atau bahan anyaman. Bahan tersebut dibentuk menyerupai lingkaan dengan bagian dalam agak mencekung. Ukuran Reken atau Iken berdiameter antara 15-25 cm. Sementara itu, cara menggunakannya adalah dengan menaruh Reken atau Iken di bagian tengah atas kepala, kemudian menaruh bawaan di atas Reken tersebut. Menurut para pemakainya, “Dengan mengenakan Reken atau Iken saat mnjinjing, kepala tidak terasa sakit dan bawaan aman, walau sesekali beselontek (tanpa dipegang).”
Dalam asosiasi nalar Sasak, Reken atau Iken distatuskan sebagai pemimpin. Sementara itu, pemakainya adalah ummat atau anggauta organisasi. Bawaan sendiri adalah program, target, atau seluruh ikhtiyar organisasi dalam mencapai tujuan. Dengan sifatnya yang empuk, Reken menggambarkan pemimpin yang memberikan kenyamanan. Dalam konteks kepemimpinan, kenyamanan meliputi seluruh situasi yang menyenangkan, menggairahkan, bahkan sampai menumbuh-suburkan possessive tiap-tiap waga oganisasi. Dengan demikian maka sifat empuk Reken atau Iken sangat memungkinkan memacu dinamika dan atau mobilitas, serta melahirkan efektifitas kinerja warga organisasi Kata akhir yang singkat untuk menggambarkan effect Reken dalam kehidupan organisasi adalah menghadirkan kepuasan yang memicu etos kerja warga organisasi.
Reken atau Iken juga dapat dideskripsikan sebagai icon kepemimpinan yang melayani, bukan menguasai. Fungsinya sebagai penyangga bawaan menggambarkan kerelaan pemimpin untuk bekerja keras dan berada di garis terdepan dalam suksesi setiap kerja rganisasi. Penempatan diri pimpinan dalam posisi yang efektif ini tentu akan melahirkan sentimen positip warga oganisasi. Image baik atau sentiment positip waga organisasi di hilir bergulir dan melahirkan ghiroh berorganisasi atau berjamaah. Tentu hal ini merupakan situasi yang kondusif bagi setiap organisasi. Dalam keadaan yang supportable ini, organisasi akan dapat dengan mudah memacu dirsi menjadi maju, hebat, dan bermanfaat.
Reken atau Iken sebagai icon kepemimpinan dalam nalar Sasak ternyata bergayung-smbut dengan Teori Perilaku Berorganisasi dan Kepemimpinan Path Goal gubahan Robert J. House. Teori ini mengacu pada premis bahwa persepsi warga atau anggota organisasi dakam expectation antara ukhtiyar dan kinerja bergantumg pada perilaku pimpinan. Dalam teori ini ditegaskan bahwa pemimpin yang senantiasa membantu dan mempermudah pelaksanaan fungsi dalam sintem organisasi dipastikan akan mendapatkan persepsi positip warga atau jamaahnya. Bentuk-bentuk perilaku pemimpin yang memudahkan pelaksanaan fungsi system organisasi menurut teori ini antara lain: memberikan informasi, dukungan atau support, dan sumberdaya yang dibutuhkan oleh warga atau anggota. Dengan demikian Teori Perilaku Berorganisasi dan Kepemimpinan Path Goal gubahan Robert J. House menekankan pelayanan, bukan kekuasaan dalam system kepemimpinan.
Robert J. House dalam teorinya mengurai beberapa perilaku pemimpin yang sangat penting, di antaranya adalah: directive, supportive, participative, dan Achievement oriented. Perilaku directive merupakan bagian penting dari system kepemimpinan untuk menjelaskan tentang rumusan perencanaan sekaligus stategi pencapaiannya. Sikap directive ini merupakan awal trasnfaransi yang akan membangun trust waga organisasi. Perilaku supportive sendiri merupakan daya dukung optimal seorang pemimpin dalam setiap penyelenggaraan fungsi totalitas system organisasi. Supportive sebagai sikap pemimpin akan mempermudah dan memperlancar proses pencapaian prestasi kerja tiap-tiap unit yang pada akhirnya akan menjadi akumulasi produk kerja organisasi yang berkelas. Perilaku participative tentu sangat utama. Dengan sikap participative, pemimpin akan berperilaku paripurna sebagaimana semboyan “Ing ngarso sung tolodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani.”Mementingkan prestasi atau Achievement oriented sangatlah luar biasa. Sikap ini akan memastikan kepentingan seorang pemimpin sebangun dengan kepentingan organisasi. Terkonstruksinya sikap Achievement oriented ini sekaligus akan menjadi penjaminan percepatan pencapaian tujuan organisasi karena tidak ada tarik-menarik kepentingan antara pribadi pemimpin dengan system organisasi Dengan empat perilaku pemimpin ini, Robert J. House memastikan bahwa kepuasan atau satisfaction warga dan performance oganisasi tampil meyakinkan. Inilah idaman setiap system organisasi yang sesungguhnya.
Mencermati dialog Reken sebagai asosiasi nalar Sasak tentang kepemimpinan dengan teori Pth Goal krya Robert J. House, maka pertanyaan tentang apakah pemantik menurunnya kualitas kepemimpinan sehingga menimbulkan social movement yang membentur system kepemimpinan dapat dijawab dengan uraian simple, yaitu karena abainya para pemimpin melakukan pelayanan prima, para pemimpin justeu bersikap lebih meninjokan syahwat kekuasaannya.
Untuk memastikan kebenaran jawaban di atas, kita dapat merujuk salah satu firman Alloh Taala dalam QS. Sad Ayat 36 yang artinya: “Hai Daud, sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah di bumi. Berikanlah keputusan dalam perkara di antara manusia dengan adil dan jangan sekali kamu mengikuti hawa nafsu karena akan menyesatkan kamu dari jalan Alloh. Sementara orang yang sesat akan mendapat azab pedih karena ia lupa akan datangnya hari penghitungan. Wallohu’lamu. Moga bermanfaat.
* Pemerhati budaya Sasak, dosen IAIH NW Pancor, dan tenaga pendidik di SMAN 2 Selong.