H. Ahmad.
SELONG-- Persoalan pernikahan dini di Lombok Timur menjadi atensi serius pemerintah setempat. Atensi ini dibuktikan dengan terbitnya peraturan daerah tentang Pencegahan dan Perkawinan Anak.
Di dalam regulasi ini, tak tanggung-tanggung ancaman bui bagi para pelaku.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Lombok Timur, H Ahmad mengatakan, ihwal pernikahan dini pemerintah telah melakukan beberapa langkah. Salah satunya dengan lahirnya Perda tentang Pencegahan dan Perkawinan Anak.
"Langkah-langkah kita sudah jelas, misalnya dengan lahirnya Perda di NTB," kata H Ahmad, kepada awak media, Selasa (16/2).
Berkenaan dengan hal itu, ujarnya, melalui surat edaran Bupati Lombok Timur, belum lama ini telah diinstruksikan kepada semua desa membuat awik-awik atau Peraturan Desa (Perdes) tentang penikahan usia dini dan penurunan angka stunting.
Selanjutnya, terang Ahmad, pihaknya hendak melakukan rapat koordinasi dengan pihak terkait. Sebut saja seperti Kemenag dan KUA.
KUA, sebutnya, hendak menjadi kontrol terhadap persoalan tersebut. Melalui lembaga ini dirinya berharap adanya pemahaman terhadap masyarakat.
Selain KUA, pihaknya juga akan menyentuh kepala UPTD Dikbud. Termasuk juga dalam hal ini Puskesmas.
"Karena itu leading di tingkat bawah dan kita harus sama-sama tidak hanya bisa diserahkan ke DP3AKB saja," ucapnya.
Terlebih, bebernya, umur anak masih dalam usia sekolah. Sehingga lembaga yang mengurus pendidikan ini dapat mempertahankan wajib sekolahnya.
Ahmad membeberkan, sampai saat ini Lombok Timur tercatat tertinggi angka kasus tersebut. Tercatat sekitar 42 kasus, bahkan dari tahun 2018 sampai 2020 terus mengalami peningkatan.
Setidaknya, sebutnya, kasus paling banyak terjadi di tiga kecamatan, yakni Jerowaru, Sakra Timur, dan Pringgabaya.
Lantaran itu, ia mengajak semua lapisan sama-sama mengawasi. Masyarakat diminta tidak menutupi kasus pernikahan dini tersebut.
Dia menginginkan nantinya di Perbup maupun di awik-awik desa tak lagi ada point denda. Tapi lansung kurungan penjara bagi siapa saja yang melakukannya.
"Baik perangkat desa, KUA, orang tua wali, jika ngotot mengawinkan anaknya dikenakan hukuman saja. Kalau sifatnya denda masih mampu dilakukan. Makanya ini peran semua lapisan, termasuk juga media untuk mengabarkan," tandasnya. (kin)