BEDA SENSASI: Menikmati kopi di kedai Bale Langgam punya sensasi tersendiri. Kedai ini berada di Desa Sapit.
SELONG--Bisnis kopi di Pulau Lombok terus menjamur. Ini ditandai dengan mulai intensnya komoditi yang satu ini merambah pasar ekspor internasional.
Tak hanya itu, bisnis coffee shop atau kedai kopi kian banyak bisa dijumpai. Jangankan di perkotaan, di pelosok pedesaan pun dengan mudahnya bisa ditemui.
Di pelosok misalnya. Kedai kopi Bale Langgam di Desa Sapit, Kecamatan Suela adalah salah satunya. Di desa ini terdapat sebuah kedai kopi bernama Bale Langgaq.
Untuk menemui kedai kopi ini tak sulit. Lokasinya berada di sebelah kanan jalan di sebuah jalanan menanjak menuju desa tersebut. Lagi pula nyaris semua warga di sekitar desa itu mengetahui keberadaan kedai tersebut.
Untuk menjumpainya dengan mudah, kedai kopi Bale Langgaq ini beroperasi pada sebuah bangunan relatif cukup tua. Usianya sekitar 30 tahun lebih. Bangunan ini berdiri cukup mencolok dibanding bangunan di sekitarnya.
Yang menarik dari kedai kopi ini adalah pengelolanya seorang barista kenamaan. Ia memiliki jam terbang internasional. Barista itu adalah Ronny Noor.
Tak hanya barista kenamaan. Kedai kopi ini menyuguhkan cita rasa Nusantara yang luar biasa. Beragam kopi dari berbagai daerah bisa ditemui di tempat ini.
Kepada JEJAK LOMBOK, owner Bale Langgaq, Ronny Noor menceritakan, kedai kopi yang dikelolanya itu baru berumur 5 bulan. Namun demikian ia menyebutnya lokasi itu memiliki sejarah panjang.
Ini diungkapkannya lantaran tempat itu dulunya merupakan lokasi para wisatawan baik lokal maupun mancanegara menginap. Ketika tengah menikmati liburan di Lombok.
"Saya baru buka lima bulan. Tapi syukur sudah banyak pengunjung," terang Ronny Noor, saat ditemui disela kesibukannya, Senin (15/2).
Lelaki kelahiran 1968 ini menuturkan, tiga 30 puluh tahun silam dirinya mendirikan dua tempat penginapan untuk wisatawan. Yakni Bale Langgaq dan Hati Suci.
Dalam rentang masa itu, selama kiprahnya di dunia pariwisata, tahun 90-an merupakan kejayaan bagi dirinya dan pariwisata di Lombok Timur. Namun demikian di tahun yang sama ia harus rela meninggalkan kegiatannya itu.
Sebab dirinya yang tengah bekerja di hotel bintang lima di Denmark dan Belanda. Sejak itu, bangunan tempat ia membuat kedai kopi itu tak teturus dengan baik.
Tak hanya menjadi barista, ia juga seorang chef. Berbekal pengalaman yang panjang selama 30 tahun, ia merasa bosan di negeri orang. Ia pun berpikir pulang dan kembali membangun tanah kelahirannya.
"Saya berpikir untuk pulang. Sayangnya di tanah air dan sejumlah negara memberlakukan lock down karena pandemi Corona," ucapnya.
Selepas pembatasan kunjungan mulai melonggar, ia pun balik ke tanah air. Ia kembali ke kampung halamannya.
Sejak kepulangan itulah ia kembali merintis jejak kejayaan yang sempat ia tinggalkan. Ia kembali merintis pariwisata di desanya dengan membuka coffee shop.
"Ini saya lakukan untuk mengenang kejayaan tahun 90 ad dulu," terangnya.
Di tanah seluas 2.700 meter persegi itu, kini ia mendirikan kedai kopi. Kedainyang dibangunnya ini dijamin sanggup memanjakan lidah para penikmat kopi.
Di tempat ini setidaknya terdapat 17 varietas kopi dari 28 jenis yang ada di Indonesia. Mulai dari ujung barat sampai ujung timur negara kepulauan ini.
Tak heran jika mengunjungi tempat ini serasa berkeliling Indonesia. Ini karena varian rasa kopi yang disuguhkannya.
Beberapa jenis kopi yang disuguhkan itu seperti Librica Songgon, Robusta Ijen, Lampung, Sapit, Argopuro, Arjuna Lanang, Arabica Gayo, Temanggung, Ijen, dan Arjuno.
Ada juga Gayo Wine, dan kopi luwak dari berbagai daerah. Bahkan ada juga Arabika Piramid asal Wamena, Papua.
Mendengar sederet nama kopi itu, bukan tidak mungkin para penikmat kopi ingin mencicipi salah satu diantaranya.
Untuk kopi Piramid Wamena misalnya. Jika ingin memiliki kopi tersebut dipastikan merogoh uang yang tak sedikit. Mahalnya harga kopi yang satu ini lantaran dipetik oleh 12 kepala keluarga (KK). selain itu, kopi ini dalam satu tahunnya hanya berjumlah 100 kilogram saja.
Pria yang akrab disapa Mbah Ron ini mengatakan, konsep kedai kopinya mengusung anti warung. Siapapun yang datang dihitungnya sebagai teman, keluarga, dan kerabat untuk menyambung silaturrahmi.
Dengan konsep ini, ia memastikan tak ada saingan dengan kedai di luar sana. Ini karena harga yang diberlakukan memiliki perbedaan harga yang mencolok dengan lokasi lainnya.
Meski demikian, pengalaman di tempat kerja menjadi modal besar pengelolaan tempat itu. Kendati mengusung anti warung, namun setiap segmennya memiliki tenaga yang berbeda-beda.
Ia pun menginginkan adanya festival kopi tubruk nasional. Festival tersebut bukan seperti yang selama ini dilombakan, melainkan kopi khas dari daerah masing-masing.
Selain konsep anti warung, penataan Bale Langgaq seperti sebuah kebun. Tempat ini dipenuhi dengan beberapa buah-buahan dan berbagai jenis bunga.
Konsep penataan bentuk kebun itu, sebutnya, merupakan konsep terapi lelah. Menurutnya, berkebun menjadi terapi paling baik bagi orang-orang yang sedang penat. (kin)