TEMUAN: Kepala Ombudsman Perwakilan NTB, Adhar Hakim saat menyerahkan hasil temuannya kepada Bupati Lombok Timur, HM Sukiman Azmy, siang tadi.
MATARAM--Tak butuh waktu lama bagi Ombudsman Perwakilan NTB mengulik ketimpangan-ketimpangan dalam praktik penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Tidak lebih dari sepekan, sedikitnya ada 6 temuan yang berhasil dihimpun institusi pengawasan ini.
"Kami sudah bertemu dengan Pak Bupati Lombok Timur, HM Sukiman Azmy jam satu siang tadi," kata Ketua Ombudsman Perwakilan NTB, Adhar Hakim, Rabu (10/2).
Pertemuan dengan orang nomor satu di Lombok Timur itu, jelasnya, terkait hasil kesimpulan dan temuan pihaknya di lapangan. Banyak praktik pelanggaran yang ditemukan selama proses investigasi dilaksanakan.
Dalam proses investigasi, Ombudsman menjadikan Lombok Timur sebagai sentrum pengawasan. Dipilihnya daerah ini lantaran dinilai paling kental praktik pelanggarannya.
Salah satu yang paling mencolok dalam pelanggaran itu, ungkapnya, yakni penunjukan E-Warung oleh pihak bank. Nyatanya, E-Warung yang ditunjuk banyak tidak memenuhi syarat sebagaimana amanat Permensos 20/2019.
Sedianya, penunjukan E-Warung dihajatkan untuk menghidupkan ekonomi warga menengah ke bawah. Faktanya, E-Warung yang ditunjuk jauh dari syarat yang telah ditentukan.
Pelanggaran lain yakni berupa kualitas dan kuantitas barang yang diberikan kepada masyarakat penerima manfaat (KPM). Dari sisi kualitas dan kuantitas tidak sesuai harapan.
"Barang yang diberikan juga berupa paket. Itu tidak boleh. Seharusnya dibebaskan KPM memilih item barang yang mereka inginkan," imbuhnya.
Sistem distribusi macam ini, terangnya, jelas-jelas melanggar regulasi yang dijadikan pedoman. Karena itu, sistem penyaluran seperti harus segera diperbaiki.
Bukan hanya itu, Ombudsman Perwakilan NTB juga menemukan ulah nakal para pendamping kecamatan yang memaksakan masyarakat. Mereka memaksa KPM mengambil barang pada suplaier tertentu.
"Yang jelas, ada sekitar 6 item temuan yang dilanggar dalam penyelamatan BPNT ini," ucapnya.
Terhadap temuan-temuan tersebut, ia menyebut jika Aparat Penegak Hukum (APH) sudah ada yang berkoordinasi dengan pihaknya. Koordinasi tersebut terkait upaya menyamakan persepsi terhadap pelanggaran-pelanggaran yang ada.
Andai nanti APH menindaklanjuti temuan. Tersebut, Adhar mengaku hal itu sangat bagus. Dengan demikian, penyimpangan dalam praktik penyaluran BPNT dapat diberantas.
Bagi Adhar, seharusnya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) seharusnya diberikan kesempatan dalam menentukan pendamping kecamatan. Selama ini, pennetuan pendamping kecamatan merupakan wewenang langsung dari pihak Kementerian Sosial.
Dengan memberi kewenangan kepada Pemkab dalam menentukan pendamping kecamatan, setidaknya bisa menekan unsur pelanggaran yang muncul. Pemkab juga bisa memberikan pembinaan kepada pendamping kecamatan.
Ia juga mengaku sudah berkoordinasi dengan Ombudsman pusat. Pihaknya meminta Ombudsman berkoordinasi dengan Kemensos agar membuka ruang dialog dengan Pemkab.
"Dengan membuka ruang dialog ini setidaknya Pemkab tidak hanya ketiban masalah doang," ucap mantan wartawan ini.
Senada disampaikan Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan Ombudsman NTB, Arya Wiguna. Dari sejumlah temuan di lapangan, pihaknya mengelompokkan temuan tersebut menjadi tiga kategori.
"Yang pertama yakni penyimpangan prosedur penyaluran BPNT. Model penyalurannya tidak sesuai dengan pedoman umum," ucapnya.
Temuan berikutnya yakni tidak kompetennya E-Warung yang ditunjuk pihak bang. Tidak sedikit dari E-Warung yang ditemukan justru jualan pulsa HP dan listrik.
Padahal, sesuai amanat pedoman umum penyaluran BPNT, jelasnya, E-Warung harus menjual bahan pangan. Begitu juga denga kualitas bahan pangan yang disalurkan, banyak penerima manfaat yang komplain dengan barang yang mereka terima.
"Temuan lainnya yakni Bangka oknum pendamping yang bermain dan melampaui kewenangannya dengan memaksa KPM mengambil.barang pada suplaier tertentu," tegasnya. (jl)