BUDIDAYA: Inilah kawasan budidaya lobster yang ada di wilayah selatan Lombok Timur.
SELONG--Pemprov NTB baru saja menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 88 Tahun 2020. Regulasi ini tentang pengelolaan sumberdaya lobster di wilayah NTB.
Terbitnya regulasi ini sontak menjadi perhatian bagi nelayan. Baik nelayan tangkap maupun pembudidaya jenis udang tersebut. Salah satunya perhatian ini datang dari Serikat Nelayan Independen (SNI)
Ketua SNI, Hasan Saipul Rizal menerangkan, ada beberapa point yang luput dari Pergub tersebut. Seperti yang termuat pada Permen KP 12, perusahaan yang diberikan izin ekspor harus memberikan 20 persen benih kepada para nelayan binaan.
Keharusan ini jelasnya, agar tak terjadi kelangkaan benih, terutama kepada pembudidaya.
"Dalam Pergub baru ini hanya berfokus pada kegiatan restocking," terang pria yang akrab disapa Hasan Gauk ini, kepada JEJAK LOMBOK, Jumat (26/2).
Menurutnya, jika tidak ada aturan yang mengharuskan PT memberikan 20 persen benih dari jumlah ekspornya, maka kedepan nelayan akan semakin menjerit. Ini karena harga benih akan sangat mahal.
Di sinilah, sebut Gauk, letak ketidakpahaman pemerintah dalam melihat kondisi sosial yang dihadapi para nelayan. Dirinya khawatir, para nelayan akan semakin menderita jika kedepannya harga benih untuk budidaya semakin meroket. Di lain sisi, akan menjadi lahan basah permainan para pengepul.
Namun yang paling penting dari pengawasan SKAB, ucapnya, adanya pelibatan pihak luar sebagai pengawas. Lantaran jika kewenangan itu diberikan hanya kepada DKP Kabupaten, bisa saja para pihak ini ikut bermain.
Misalnya, beber Gauk, 10 ribu benur, tapi karena pengawasan yang tidak tepat, tercatat hanya 50 ribu saja. Buntut dari hal itu, bisa merugikan negara.
"Yang jelas yang akan paling terdampak adalah nelayan pembudidaya," ucapnya.
Meski sampai saat ini ia mengakui, nelayan masih dalam keadaan baik saja. Namun, jika aturan baru yang dikeluarkan gubernur ini tentu akan menjadi lonceng kematian bagi para nelayan.
Kecuali, pihak pemerintah menjamin ketersediaan benih untuk para nelayan, dan tentu saja gratis.
Selanjutnya, kata dia, prihal wilayah konservasi pemerintah harus mengetahui secara pasti, mana zona tangkap dan budidaya.
"Harus clear dulu di situ kalau mau bicara konservasi," ketusnya.
Sementara di lain sisi, yang luput adalah dari Pergub itu adalah soal aturan ekspornya. "Bagaimana bisa ekspor kalau surat karantina tidak bisa terbit," tandasnya. (kin)