Made Slamet |
MATARAM -- Kritik terhadap program Zero Waste Pemprov NTB terus berdatangan. Program ini dianggap tak memiliki dampak signifikan.
Anggota Komisi II DPRD NTB, Ir Made Slamet menilai, program ini masih sebatas halusinasi atau khayalan semata. Pasalnya, implikasi dari program belum dirasakan dampaknya oleh masyarakat.
"Bagaimana sampah bisa nol alias enggak ada, sampah di rumah saya saja di Mataram sudah dua minggu enggak terambil oleh petugasnya," ujarnya, Kamis (18/2).
Hampir seluruh masyarakat di wilayah Kota Mataram sebagai daerah pemilihannya disebutnya mengeluhkan masalah sampah yang tidak terangkut. Apalagi, keberadaan Tempat Pembuangan Sementara (TPS) juga tidak ada.
Karena itu, politisi PDIP itu mengatensi gagasan Pemprov yang menginisiasi adanya program Zero Waste. Dimana program ini diniatkan sebagai solusi mengatasi persoalan sampah.
Sayangnya, program itu tidak disambut dengan baik oleh pemerintah kabupaten kota di NTB. Padahal, dana APBD NTB membiayai program ini sangat besar. Yakni, Rp 31,40 miliar pada tahun 2020 lalu.
"Jadi, masalah Zero Waste yang utama itu adalah soal koordinasi yang enggak nyambung antara Pemprov dan para bupati wali kota. Padahal mereka ini yang memiliki rakyat dan wilayah. Kalau nyambung dan jelas pembagian perannya, maka enggak akan kayak sekarang ini," sambungnya.
Ia kemudian menunjuk pola yang dilakukan Pemprov Bali. Pemerintah di sana menggandeng pemerintah kabupaten kota guna mengatasi limbah plastik. Pola ini disebutnya layak ditiru.
Kendati NTB memiliki Pergub yang mengatur soal sampah melalui program Zero Waste, lanjutnya, di lapangan justru tidak berjalan sesuai harapan.
"Semangat memilah sampah itu enggak penting jika tupoksi utama provinsi sebagai koordinator masalah sampah enggak dilakukan. Harusnya, mulai tegas lah, kayak di Bali enggak boleh lagi pasar modern menyiapkan tas plastik," imbuhnya.
Pola ini disebutnya menjadi solusi sebenarnya sebagai contoh yang dibutuhkan sebagai koordinator. Dengan demikian, kabupaten kota juga akan ikut melaksanakan ketegasan melarang penggunaan tas plastik.
Terhadap sengkarut persoalan sampah ini, ia meminta gubernur dan wakilnya mengevaluasi jajaran OPD yang mengelola sampah. Ini karena letak tidak jalannya program ini lantaran tidak maksimalnya OPD terkait.
OPD bersangkutan disebutnya tidak mampu menterjemahkan maksud yang dikehendaki pimpinannya.
Secara pribadi, Made menyebut program Zero Waste ini sangat bagus. Hanya saja pelaksanaannya tidak maksimal.
Terkait evaluasi pada jajaran OPD LHK NTB, Made menegaskan, hal itu harus dilakukan. OPD yang bersangkutan dianggap sudah terlalu lama memegang jabatan. Akibatnya, ada rasa kebosanan terhadap jabatan yang disandangnya.
Padahal, lanjut dia, program Zero Waste ini tidak bisa hanya mengandalkan sebuah aplikasi bernama Lestari. Namun yang harus diperbanyak adalah turun melakukan sosialisasi dan koordinasi dengan pemerintah kabupaten kota hingga pemerintahan paling bawah, yakni lurah dan kepala desa.
"Harusnya, Kepala Dinas LHK paham. Karena Zero Waste ini adalah program unggulan, maka enggak boleh mereka bersantai-santai di ruangan. Apalagi, dana APBD juga cukup besar tersedot untuk membiayainya keberlangsungan programnya selama ini," tandas Made Slamet. (jl)