Oleh: Mastur Sonsaka
"Rongak Lulu" adalah idiom lokal Sasak yang menggambarkan kearifan nenek moyangnya. Diksi ini adalah salah satu dari dua gaya pengucapan dalam bahasa Sasak, ada juga yang mengucapkan dengan “dongak lolo”.
Begitulah bahasa Sasak, satu makna banyak pengucapan bahkan dalam tindak tutur yang lebih luas, kita akan menemukan berbagai pengucapan dalam menggambarkan makna yang sama. Sebagai contoh, kata yang bermakna satu ada orang Sasak yang mengucap skek, sopok, supuk dan saik dan lain sebagainya.
Kembali ke idiom rongak lulu, sepanjang pengetahuan saya diksi ini hanya ada dua jenis pengucapan seperti yang disebutkan tadi. Tapi untuk kepentingan teknis dan emosional tulisan ini akan menggunakan diksi “rongak lulu”.
Idiom rongak lulu ini bermaksud menjelaskan fenomena tidak ampuhnya (mandi) mantra atau jejampi pada belian Sasak kepada keluarga terdekat khususnya anak atau keturunannya. Banyak ditemukan dalam praktik pengobatan tradisional Sasak yang sering disebut “Belian Sasak” yang menggunakan metode mantra atau jejampi tidak mampu menyembuhkan orang terdekat dalam keluarganya.
Bahkan dalam tardisi pengobatan Sasak, jika guru yang mengajarkan jejampi masih hidup berlaku pula idiom rongak lulu. Lepas dari keyakinan terhadap dua jenis pengobatan yang berkembang yakni medis dan tradisional yang belakangan juga sering disebut traditional heale.
Nilai kearifan yang terkandung dalam idiom rongak lulu adalah kewajiban menghargai dan mendahulukan guru. Ini karena dalam konsep rongak lulu keampuhan (mandi) dari ilmu yang diajarkan selama guru masih hayat tidak akan berlaku.
Hal ini menyiratkan sangat kuatnya penghargaan kultural bagi guru pada orang Sasak. Tawaddu’ sebagai konsep kerendahan hati secara konsep diri sekaligus jauh dari sifat sombong merupakan sifat dan karakter yang terefleksikan dalam idiom rongak lulu. Sebab tidak ada satupun orang di dunia ini yang tidak membutuhkan orang lain pada akhirnya. Bahkan dalam hal menolong keluarga sendiri dengan kemampun dan kapasitas kultural yang dimiliki tidak bisa karena harus dilakukan oleh orang lain yang memiliki spesifikasi kemampuan yang sama. Demikianlah kearifan lokal Sasak mengajarkan tentang tawaddu’ menjauhi kesombongan.
Secara ekonomi, idiom rongak lulu ini tentu sangat penting dalam memastikan pemerataan dan persebaran akses ekonomi sebagai bagian yang tak lepas dalam praktik pengobatan tradisional. Sebab dengan cara ini pertukaran dimungkinkan.
Tak dipungkiri dalam praktik pengobatan tradisional pada masyarakat Sasak mengandung aktivitas ekonomi walau hanya sekedar segenggam beras yang disebut andang-andang. Dalam konteks ini idiom rongak lulu memaksa nilai kepercayaan dan saling berbagi diwujudkan oleh masyarakat minimal pada komunitas belian Sasak.
Selain dalam konteks praktik pengobatan Sasak, tentu idiom rongak lulu beserta makna dan kearifan yang dikandungnya dapat diperluas sebagai pisau analisis dalam melihat fenomena lain. Sebab banyak profesi dan situasi yang serupa dengannya. Banyak guru yang tak mampu mendidik anaknya, ahli agama yang tak mampu menjaga moralitas kelurga terdekatnya bahkan moralitasnya sendiri, dan lain sebagainya. Rongak lulu kearifan lokal Sasak yang penting dalam mengelola hubungan diri dan lingkungan sosial.
* Penulis adalah akademisi di Institut Agama Islam Hamzanwadi Pancor, Lombok Timur.