Oleh Murdiyah, SAg
SEBELUM memasuki tulisan lebih lanjut. Saya ingin mengucapakan selamat menjalankan ibadah puasa, semoga tetap dalam lindungan Allah dan diterima sebagai amal ibada. Amiin.
Saat ini umat manusia sedang menjalankan ibadah puasa. Salah satu perintah wajib bagi umat Islam di bulan suci yang disebut dengan Ramadan.
Bulan ramadan di dalam kitab lain juga dikategorikan sebagai syahru attarbiyah, yakni bulan pendidikan. Dengan harapan sebelas bulan selanjutnya kehidupan manusia lebih baik. Tentunya hal itu bukan hanya menyangkut ibadah tapi juga urusan dunia dan yang lainnya.
Sebab, dalam bulan ini orang yang menjalankannya dituntut mampu mengendalikan hawa nafsu. Bukan hanya berupa makan dan minum, namun juga semua lini kehidupan.
Membaca berapa literatur dan menonton pentas drama kolosal tidak jarang ditemui tentang ajaran sikap. Dalam kisah Mahabarata misalnya, disitu ada peran yang sikap yang berbahaya, yaitu Sengkuni.
Tidak hanya di kisah Mahabarata, namun juga sikap serupa diceritakan dalam pewayangan yang disebut sebagai Patih Batrak. Bahkan, nama tokoh ini dijadikan sebagai sebutan bagi mereka yang memiliki sikap seperti sengkuni ini.
Dalam kehidupan suku Sasak, ada istilah Roang Ruyung. Yakni berupa sikap yang tak memiliki pendirian dengan tujuan mengambil posisi aman, agar nampak baik di mata semua glongan.
Sikap semacam ini, sebenarnya sangat berbahaya. Karena cenderung akan berbicara yang bertolak belakang dengan keinginan golongan dengan yang satu dan yang lainnya.
Manusia tipikal ini sering berbicara atas dasar kepentingannya yang niatnya hanya mengadu domba. Ia berharap dengan begitu akan mendapatkan posisi yang diinginkan, atau akan menjelma sperti pahlawan kesiangan.
Sikap Roang Ruyung ini, belakangan banyak sekali dipertontonkan secara gamblang dan tanpa rasa malu. Katanya itu atas dasar kebebasan berpendapat. Prilaku semacam ini tak hanya dilakukan oleh orang kecil, namun juga para pemangku kebijakan yang dampaknya membuat suasana gaduh.
Mereka dengan sikap seperti itu bukan berarti tidak memiliki kemampuan melainkan tidak punya pendirian. Sehingga di kelompok satu dia akan mengatakan itu lain dan begitu sebaliknya.
Dengan kata lain, di satu kelompok dia mengatakan bahwa benar dan menyalahkan kelompok diluar itu, dan begitu sebaliknya. Orang seperti ini tidak memiliki sikap, dan tidak bisa dipercaya. Karena akan mengatakan sebuah kebenaran tergantung di kelompok mana dia berada.
Sebenarnya orang yang memiliki sikap seperti ini tidak mempunyai kelompok tertentu. Dia akan memilih kelompok itu hanya untuk melindungi diri.
Sikap Roang Ruyung ini sangat berbahaya bagi kemajemukan berkehidupan. Prilaku ini akan menjadi sumber perpecahan bagi individu maupun kelompok, bahkan akan berdampak pada hancurnya sebuah neagara.
Bulan suci ini bisa menjadi medium terbaik dalam melatih diri agar terhindar dari sifat satu ini. Karena dalam berpuasa sesungguhnya kita dilatih agar perbuatan dan kata memiliki satu kesatuan. Kita juga dilatih berkomitmen atas sikap kita dan diri kita, serta mengalahkan hawa nafsu. Bukankah musuh yang terbesar bukan dilaur dri kita melainkan ada dalam diri kita.
* Penulis adalah pendidik dan sekaligus pemerhati budaya asal Songak, Kecamatan Sakra Lombok Timur.