TOLAK: Inilah poster penolakan yang diunggah netizen Saka Sahnan terhadap keberadaan pabrik limbah B3 di Sekotong.
GERUNG -- Hanya satu kata, tolak! Setidaknya begitulah luapan kemarahan netizen terhadap keberadaan pabrik limbah beracun di Sekotong.
Salah seorang netizen bernama Saka Sahnan lewat postingannya mengungkapkan kemarahan itu. Bersama sebuah stiker bertulis, " Kami Menolak Sekotong Jadi Pembuangan Limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya), ia juga menyertai caption.
Caption yang ditulis dalam status yang diunggah sehari lalu itu berbunyi: SEKOTONG TERLALU INDAH UNTUK DI JADIKAN SEBAGAI TEMPAT PENGOLAHAN LIMBAH B3 OLEH KARENA ITU KAMI...
Usut punya usut, dari lansiran sejumlah media, penolakan juga disuarakan sejumlah kepala desa di Kecamatan, Sekotong Lombok Barat. Pabrik ini dibangun di Dusun Kowal Lemer, Desa Nuwun Mas.
Siang tadi, Minggu (4/4), Kepala Desa Sekotong Tengah, Lalu Sarapuddin mengatakan, sebagai daerah wisata, Sekotong seharusnya tidak dijadikan lokasi pabrik tersebut. Imbas dari proyek ini dikhawatirkan berakibat fatal.
Apa boleh buat. Pabrik telah berdiri. Hanya saja, sejak proses perencanaan pembangunan pabrik itu, pihak Pemprov NTB dituding tidak pernah berkoordinasi. Pendapat warga setempat sebagai penerima dampak disebutnya tidak pernah dilibatkan.
Bukan hanya masyarakat Buwun Mas saja yang disebutnya bakal kena imbas akibat pabrik tersebut. Desa-desa sekitar dipastikan mendapat nasib yang sama.
"Lalu apa gunanya slogan Sekotong Mendunia.yang selama ini kami suarakan," ucapnya bertanya.
Agar tidak terus mengundang penolakan warga, Pemprov NTB diminta menunda dulu proyek tersebut. Harus ada upaya penyelesaian akhir dengan masyarakat setempat.
Terpisah, anggota DPRD NTB dapil Lombok Barat, Nauvar Furqony Farinduan mengatakan, kehadiran pabrik ini harus melibatkan masyarakat. Pemberdayaan, advokasi dan edukasi terhadap keberadaan pabrik harus disampaikan kepada warga setempat.
"Harus ada keuntungan yang diterima masyarakat setempat. Begitu juga buat Pemkab Lobar harus mendapatkan benefit dari pabrik tersebut.
Sebelum poin-poin itu ada titik temu, jelasnya, seharusnya pemilik proyek dengan warga Pemkab Lombok Barat terlebih dahulu menimbang dampak kerusakan ekologis yang dimunculkan. Terlebih sekotong saat ini tengah di-branding sebagai kawasan pariwisata.
"Indikator kerusakan lingkungan yang kemungkinan muncul harus disamakan frekuensinya. Semua pihak harus saling terbuka sehingga ada pemahaman terhadap pabrik itu," ucapnya.
Terkait adanya penolakan dari sejumlah kades dan netizen, legislayor yang akrab dipanggil Fatin ini menegaskan, Pemkab Lombok Barat tidak boleh diam. Harus ada upaya fasilitasi terhadap penolakan warga terhadap proyek tersebut. (jl)