WARISAN BUDAYA: Salah seorang ibu dan anaknya di Pringgasela tengah menyesek kain untuk dijadikan tenun. Kain tenun ini sudah ditetapkan sebagai warisan budaya.
SELONG — Desa Pringgasela, Kecamatan Pringgasela Lombok Timur dikenal sebagai salah satu daerah sentra pengrajin kain tenun. Keberadaan kain tenun asal desa ini tentu memperkaya khazanah kain tenun lokal khas asal Lombok.
Senin (10/5), akun Instagram Kemenparekraf RI secara khusus mengulas tentang kebaradaan kain tenun yang satu ini. Dalam unggahan tersebut bahkan mengulas sisi historis kain tenun tersebut.
Dalam unggahan itu, Kemparekraf RI menyebut jika kain tenun khas Pringgasela sudah eksis sejak abad ke-15. Usianya yang berabad-abad itu menahbiskan kain tenun ini sebagai salah satu warisan budaya yang oatut dilestasrikan.
Nama Sesek sendiri diambil dari asal suara alat tenun ini “sek sek”. Dari sumber suara itulah kain itu dinamakan kain tenun sesek.
Diunggahan tersebut diketahui bahwa kain tenun Sesek Pringgasela sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia. Status ini ditetapkan pada 2018 lalu oleh Direktorat Warisan dan diplomasi Budaya Kemendikbud.
Dalam perjalan sejarahnya, kain tenun yang diajarkan secara turun temurun ini diajarkan salah seorang tokoh agama Islam bernama Lebae Nursini. Sosok ini, selain datang mengajarkan agama Islam, juga mengajarkan cara Bertani dan menenun.
Menariknya, pelajaran menenun ini diajarkan dengan cara memanfaatkan bahan-bahan alami. Salah satunya dengan menggunakan balok-balok kayu yang dirakit.
Belakangan, alat yang dirakit ini oleh warga sekitar menyebutnya sebagai Gedokan.
Demi melestarikan kain tenun Sesek Pringgasela ini, UNESCO pada 2019 lalu memberikan bantuan mesin tenun. Ada juga bantuan lain betrupa alat pintal serta mengirim salah seorang warga setempat belajar ke India mengenal digitalisasi motif tenun.
Di akhir unggahan itu, Kemparekraf mengajak masyarakat nusantara bangga dengan kehadiran kain tenun tersebut. Ini karena kain tenun tersebut juga merupakan warisan budaya yang harus dilestarikan.
Dalam unggahan Kemenparekraf itu menyertakan 4 buah poster foto. Masing-masing poster disertai dengan sejumlah keterangan terkait eksistensi kain tenun ini.
Pada poster foto pertama misalnya. Kain tenun asal Pringgasela ini disebut sebagai salah satu kain tenun yang ramah lingkungan dalam proses pembuatannya.
Pada poster foto kedua disebutkan bahwa bahan dasar warna kain ini memanfaatkan warna alam. Dimana warna alam ini diambil dari pohon manga, tarum, mahoni, manggis, kulit kelapa muda dan kulit batang kayu Nangka.
Karen menggunakan warna alam, kain tenun ini disebut memiliki nilai daya tarik tersendiri. Dengan memanfaatkan warna alam berimbas pada nilai jual dan keunikan dari kain tenun ini.
Sementara pada poster foto ketiga dan keempat masing-masing menyebut tentang proses pembuatannya. Yang terakhir menyebut tentang beragam motif yang dimiliki dari kain tenun tersebut. (jl)