GEDOR: MKKS sekolah swasta mendatangi Kantor DPRD Lotim menyampaikan keluhan mereka.
SELONG -- Persoalan pendidikan di Lombok Timur seperti benang kusut yang sampai saat ini belum bisa terurai.
Salah satu masalah itu berupa insentif bagi guru swasta. Khususnya bagi pengajar di Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Lantaran itu, Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP swasta, menggelar hearing atau dengar pendapat di Kantor DPRD Lotim. Agenda itu menuntut insentif kepala sekolah dan guru di lingkungan pendidikan tersebut.
Ketua MKKS SMP swasta Lotim, Mashar menjelaskan, jika persoalan insentif tersebut merupakan persoalan yang sudah lama. Bahkan hal itu disebutnya sebagai janji oleh pemerintah daerah. Hanya saja, hingga saat ini insentif tersebut belum terealisasi.
Dirinya menyebut hal itu sebagai harapan palsu terhadap pahlawan tanpa jasa di dunia pendidikan.
"Insentif ini kita di-PHP, dari dulu sejak kita pengukuhan kepala SMP swasta kita dijanjikan," ucap Mashar, kepada awak media, Rabu (23/6).
Kedatangannya ke kantor dewan, bebernya, setidaknya ada tiga tuntutan. Yakni pertama, soal insentif yang tak kunjung terealisasi.
Namun sebaliknya, justru pihaknya dibuat layaknya bola, hanya dioper ke kiri dan ke kanan.
Kedua, soal dana alokasi khusus (DAK) yang dinilainya banyak bermasalah. Ungkapan ini cukup berdasar lantaran sampai saat ini, dari sejak pengusulan, ia mengakui dirinya belum mengetahui secara utuh prosesnya.
Ketiga, pihaknya juga menuntut pemerintah daerah terkait beasiswa bahasa Inggris. Beasiswa ini diperuntukkan bagi yang ingin belajar di Kampung Inggris Tete Batu Selatan (TBS).
Program itu, disebutnya hanya melibatkan sekolah negeri saja. Dirinya menilai ada diskriminasi akan hal itu, antara SMP yang ada di negeri dan swasta dalam perekrutan siswa yang hendak mengikuti agenda itu.
"Semoga tahun depan sekolah Swasta bisa direkrut agar tidak terkesan kita didiskriminasi," harapnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayan (Dikbud) Lombok Timur, Ahmad Dewanto Hadi menerangkan, persolan itu diakuinya sebagai persolan klasik. Sejauh ini, pihaknya sudah memberikan insentif kepada guru di SMP swasta.
Namun demikian, diakuinya, khusus untuk insentif kepala sekolah belum pernah ada.
"Kalau guru sekitar 847 guru dibayar setiap empat bulan sekali," bebernya.
Ia menjelaskan, tak diberikannya insentif kepada kepala sekolah negeri lantaran jumlah anggaran sedikit jika dibandingkan dengan di SMP swasta.
Ia membeberkan, jumlah SMP swasta di Lotim mencapai 156 sekolah. Angka itu juga mengikuti banyaknya kepala sekolah di lembaga tersebut.
Jumlah ini ditambah lagi dengan adanya wakil kepala sekolah. Jumlah itu jika ditotal mencapai 350 orang.
Jika berikan insentif dengan nominal yang sama, misalnya ke 350 orang kali dua sama dengan 700 ribu.
"Kali 12 per bulan, itu kan angka yang cukup signifikan. Tentu itu yang menjadi pertimbangan kenapa sampai sekarang kita belum berikan," ujarnya.
Ia menjelaskan, pada prinsipnya pemerintah daerah tetap memperhatikan insentif kepala sekolah lembaga swasta. Tapi dia menyebut persoalannya pada anggaran yang tersedia.
Ia berjanji pada pembahasan anggaran tahun 2022 mendatang, pihaknya akan melakukan penghitungan dan membahas teknisnya. Seberapa banyak Kepala sekolah yang akan diberikan serta berapa besarannya, tergantung pada pembahasan tersebut.
"Pada prinsipnya pemerintah daerah memperhatikan berapapun kemampuan kita, pasti kita akan berikan," tutupnya. (kin)