LANTIK: Mastur saat dilantik sebagai pengurus BPPD oleh Bupati Lombok Timur HM Sukiman Azmy.
SELONG -- Unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) baru saja usai dilantik.
Pengurus baru ini juga mendatangkan wajah baru dari kalangan pegiat wisata. Wajah-wajah baru ini rupanya cukup menyita perhatian banyak pihak.
Salah satu deretan nama baru dalam kepengurusan BPPD Lombok Timur adalah Mastur.
Pasalnya, nama pria satu ini tak pernah disebut di kalangan pegiat wisata. Malah ia sering dikenal di dunia kampus.
Mastur merupakan pria kelahiran Dusun Songak Selatan, Desa songak, Kecamatan Sakra, Lotim. Kehadirannya di kepengurusan BPPD Lotim mewakili unsur akademisi.
Sosok yang satu ini terbilang pria bertangan dingin. Dari ide-ide briliannya kerap kali lahir kegiatan-kegiatan besar.
Salah satunya yakni Event Budaya Songak Bejango Bliq. Event ini dijadikan sebagai acara tahunan oleh masyarakat setempat di desa itu.
"Alhamdulillah bisa dilantik jadi pengurus tahun ini," ucap Mastur Sonsaka, saat ditemui Selasa (28/6).
Pria kelahiran 1980 ini menerangkan, kegiatan kepariwisataan itu dilakukannya dari tahun 2012 lalu di Desa Songak. Dirinya bercita-cita menjadikan desa itu menjadi destinasi wisata religi.
Mimpi itu, lanjutnya, tak bisa akan terwujud dengan berpangku tangan. Melainkan harus mampu menciptakan sebuah momen yang dapat dikenang oleh orang banyak.
Dari situlah, kata dia, lahir Event Budaya Songak Bejango Bliq, yang sampai saat ini dilaksanakan. Dengan mengambil tahun Hijriyah, tepatnya pada bulan Rabiul Awal.
Dalam kegiatan tersebut, ucapnya, lebih menunjukan nuansa klasik sebagai kekhasan desa itu. Sebab di lokasi itu memiliki banyak ritus yang bernilai magis, dan masih dilaksanakan oleh masyarakat setempat.
Seperti ritual Bejango, maulid adat atau Jarig Minyak, Sentulak, Selamat Ampar, Selamat Pari dan masih ada yang lainnya.
"Keunikan itu yang membuat saya punya mimpi, menjadikan Songak sebagai salah satu wisata religi di kawasan tengah Lombok Timur," ucapnya.
Selain ritual, beber pria kelahiran 1980 ini, di desa ini juga didapati berbagai benda dan bangunan bersejarah. Seperti Masjid Bengan (kuno), khotbah Idul Adha yang yang bertulis tangan, makam, menhir, alat kesenian yang umurnya sudah berabad-abad dan yang lainnya.
Situs-situs ini, kata dia, bisa menjadi magnet bagi wisatawan luar. Tinggal dikemas lalu dikelola sedemikian rupa.
Tak hanya sampai membuat event, untuk mencapai mimpi itu dirinya membentuk lembaga adat. Lembaga adat ini belakangan menjadi wadah kegiatan tersebut.
Lembaga ini diharapnya, bisa menjadi kendaraan mewujudkan mimpi menjadikan Desa Songak sebagai lokasi destinasi religi.
Pria yang saat ini aktif menjadi dosen di salah satu kampus di Lotim ini mengatakan, ia belajar pengelolaan pariwisata di Pulau Dewata, Bali.
Di pulau itu, ucapnya, wisata tak hanya dikelola oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Namun juga dikelola oleh lembaga adat. Seperti di Penglipuran, Bali.
"Tentu target kita kesejahteraan masyarakat di Songak," ujarnya.
Saat gelaran event budaya misalnya, pedagang setempat hari itu bisa menambah pendapatan. Peningkatan pendapatan ini lantaran banyak masyarakat yang datang dari luar.
Ia menjelaskan, ketika kegiatan itu dilaksanakan semua masyarakat Songak yang menetap di luar desa pulang dalam rangka silaturrahim. Semua warga kemudian bejango (nyekar) ke leluhur.
Dalam kegiatan itu juga, bebernya, pemuda setempat menggelar permainan tradisional. Beberapa diantaranya seperti main sungkit, selodor, balap gegiling, dan yang lainnya.
Ia juga menunjukan kuliner khas tradisional setempat seperti serbat, demplak, dan lain sebagainya.
Jika bicara wisata, maka Desa Songak disebutnya memiliki paket lengkap. Mulai dari permainan, situs, ritus, hingga kuliner. Semua itu disebutnya sebagai kekayaan yang harus dikelola.
Terlebih lagi jika mengacu ke undang-undang desa, salah satu pointnya yakni pembangunan berbasis asal-usul lokasi tersebut.
"Kita punya paket komplet di Desa Songak ini. Itu kenapa mimpi saya kuat menjadikannya salah satu titik kunjungan wisata," ujarnya.
Dari gelaran event itu, kata dia, sebenarnya telah memiliki dampak siginfikan. Dibuktikan dengan pengunjung dari berbagai daerah di Indonesia.
Tercatat beberapa wisatawan luar daerah seperti Jawa Timur, Lombok Barat, Utara, Tengah, Kalimantan, Sulawesi, tercatat telah mengunjungi situs tua di Songak. Bahkan tak jarang kebanyakan dari mereka menginap untuk beberapa hari.
Selain itu, efek lain dari kegiatan itu beberapa guider menjadikannya sebagai salah satu event hari wisatawan. Dimana tamu yang dibawanya dapat menikmati suguhan budaya.
Di lain sisi, Masjid Bengan disebutnya menjadi sentra studi akademik dari kalangan mahasiswa berbagai kampus di Lombok.
Namun sampai saat ini, bebernya, belum dikenakan biaya apapun. Lantaran ia tak ingin tergesa-gesa memungut biaya di lokasi itu.
"Mimpi saya semakin dekat rasanya, karena bisa saya bilang sudah menemukan jalannya," ucapnya.
Terpisah, Sekretaris Desa Songak, Fikrul Hidayat saat dikonfirmasi membenarkan jika kegiatan itu salah satu karya dari Mastur Sonsaka. Dulu, tak ada acara semacam itu di Songak, yang ada hanya ritual saja.
"Kita akan berkolaborasi mengelola kekayaan kita ini. Saya berharap dengan adanya dia mimpi kita menjadikan Songak menjadi destinasi religi segara terwujud," tandasnya. (kin)