Ilustrasi
SELONG -- Sejak mencuatnya isu revisi Perda tentang Pekerja Migran di Lombok Timur, banyak pihak penasaran terkait poin-poin dalam regulasi itu yang dianggap kadaluarsa.
Direktur ADBMI, Roma Hidayat menyebut, salah satu poin yang tidak diakomodir dalam perda itu yakni keberadaan Lembaga Terpadu Satu Atap (LTSA).
Keberadaan LTSA disebutnya sangat fundamental bagi perlindungan pekerja migran. Lewat LTSA, setidaknya praktek-praktek keji seperti percaloan dan penyederhanaan birokrasi bisa dilakukan.
Jika dulu, bebernya, pekerja migran harus mondar mandir ke kantor-kantor hanya untuk mengurus administrasi. Dengan adanya lembaga itu pengurusan itu dalam satu titik.
"Mereka tidak perlu mondar mandir lagi," ucapnya.
Dengan begitu, paparnya, praktik percaloan tak akan berlaku lagi. Ini karena calon PMI yang hendak berangkat tak bisa dipalsukan identitasnya.
Kata Roma, dengan pengurusan dalam satu titik akan mudah dikontrol.
Sayangnya, hal ini tidak diakomodir dalam Perda Lotim Nomor 12/2016 tentang PMI.
"Ini tidak diakomodir dalam Perda. Secara teoritik kalau induknya sudah berubah, maka Peda pun harus mengikuti," jelasnya.
Sebenarnya, kata dia, hal ini sangat urgen. Hanya saja kebijakan Pemkab Lombok Timur tidak mengarusutamakan persoalan PMI sebagai prioritas pembangunan.
Alih-alih menjadi prioritas pembangunan, kebijakan soal PMI dinilai jauh dari harapan. Parahnya lagi, masalah PMI dilihat bukan masalah penting bagi daerah.
"Taman lebih penting ketimbang manusia. Makanya anggaran untuk bikin taman itu lebih banyak," ketusnya. (jl)