RITUAL: Prosesi ritual pengobatan Pakon tengah berlangsung bagi warga yang dirasuki makhluk astral. |
SELONG -- Jam dinding sudah menunjukkan pukul 20.00 Wita, Minggu malam (25/7) kemarin. Di langit, bulan nampak bulat sempurna mengguratkan purnama.
Malam yang dibalut hawa hawa dingin itu rupanya bakal berlangsung ritual Pakon. Ritual ini mentradisi di tengah-tengah masyarakat Desa Lenek Ramban Biak, Kecamatan Lenek Lombok Timur.
Di salah satu halaman rumah warga, nampak sejumlah orang berkumpul. Mereka hendak menyaksikan prosesi berlangsungnya tradisi ini.
Dari lokasi itu, nampak mencolok seorang pria tua tengah sibuk. Sosok itu tengah menyiapkan aneka sesajian untuk kelancaran prosesi acara.
Saat pria ini sibuk menyiapkan sesaji, beberapa orang datang membawa alat musik. Mereka ini bukan berniat pentas, tapi mereka bakal mengiring prosesi ritual tersebut.
Ritual Pakon bagi masyarakat setempat kerap kali dilaksanakan. Ritual ini dijadikan sebagai media pengobatan bagi warga yang sakit.
"Pakon ini sudah lama, warisan dari nenek moyang," kata Mangku Ritual Pakon, Papuq Des, kepada JEJAK LOMBOK.
Ritual ini dilaksanakan bagi warga yang biasanya dirasuki makhluk gaib. Dalam bahasa Sasak, orang yang dirasuki makhluk astral biasa disebut Kedewan.
Pengobatan dengan ritual ini cukup unik. Tidak seperti ritual pada umumnya, selain menyediakan sesajen, harus ada alat musik tradisional.
Alat musik ini, nantinya menjadi media pengobatan bagi mereka yang tengah dihinggapi penyakit tersebut.
Pasalnya bagi pengidap penyakit ini nanti selama ritual ini digelar akan menari. Mereka yang sakit bakal berlenggak-lenggok layaknya penari profesional.
Keunikan lainnya ialah, selain menari yang diiringi tabuhan musik tradisional, juga disediakan bara api. Bara api ini harus berbahan dasar tangkel (batok kelapa).
Bara api dari batok kelapa disebutnya lebih licin dari yang lainnya. Jadi, ketika diinjak tak akan menempel di kaki.
Bara api yang disediakan ini, nantinya akan diinjak oleh yang tengah mengidap penyakit tersebut.
Pria 60 tahun ini menjelaskan, keberadaan bara api itu lantaran bagi siapa saja yang mengalami penyakit ini suhu tubuhnya berubah, tak seperti pada umumnya. Melainkan seluruh tubuhnya dingin seperti membeku.
Keunikan lainnya yakni sebelum menari, warga yang dipastikan kerasukan nampak seperti dicambuk. Namun bukan seperti memukul layaknya binatang, melainkan lebih menyerupai terapi yang seperti dijumpai saat ini.
"Dia (yang sakit) menari sambil menginjak bara api ini agar suhu tubuhnya kembali normal," ujarnya.
Penderita penyakit ini kata dia, bahkan ada yang sampai tak bisa bergerak. Untuk kasus seperti itu, dapat diobati dengan ritual tersebut melalui bantuan belian (sebutan warga setempat untuk orang pintar) atau siapa saja yang bisa menari.
Ritual ini, jelasnya, tak hanya dilakukan oleh orang tua seperti saat ini. Namun dulu juga dilakoni oleh kaum muda.
Ia menerangkan, ritual Pakon telah ada sejak lama. Ritual ini diwariskan para pendahulu mereka.
Kendati demikian, dirinya tidak mengetahui akar muasal penamaan ritual tersebut. Yang ia tahu, ritual ini digunakan sebagai obat mereka yang tengah dirasuki.
Pelaksanaan proses ritual ini sendiri, tak hanya menyiapkan sesajen berupa buah pinang dan yang lainnya. Namun juga diawali dengan pengambilan air ke mata air yang ada di desa itu.
Air itu nantinya akan ditaburi kembang setaman. Keyakinan ini ditanamkan lantaran makhluk gaib yang merasuki tubuh manusia paling senang dengan bunga.
"Yang sakit ini juga, tidak jarang memakan bunga yang disediakan, dan mereka sembuh," ujarnya.
Ia menjelaskan, cara pengobatan ini bukan untuk gaya-gayaan, pertunjukan atau bahkan hiburan. Lakon ini merupakan media sakral yang diyakini dapat menyembuhkan penyakit oleh warga setempat.
Namun belakangan, dirinya tak memungkiri ada sebagian orang yang membuat media pengobatan ini sebagai sebuah pementasan. Kendati demikian, ia menyadari ada perbedaan persepsi dan tujuan. Bahkan hal itu disebutnya tak lebih merupakan hobi semata.
Ia menyebut tak semua orang dihinggapi oleh penyakit yang hanya dapat disembuhkan oleh ritual ini. Penyakit ini hanya menghinggapi orang-orang tertentu.
Mereka yang dihinggapi jika tidak diobati bisa menjadi penyakit warisan ke generasi selanjutnya.
Sementara itu, penari pakon setempat, Inaq Astam, menjelaskan pengidap penyakit ini terasa berat. Jasad terasa terpisah dengan diri sendiri.
Sebenarnya media tersebut jelasnya, merupakan permintaan kepada Allah Yang Maha Esa. Tujuannya agar dapat menyembuhkan penyakit tersebut.
"Intinya meminta ke yang kuasa, agar menyembuhkan penyakit," ujarnya. (sy)