SANGKEP: Sejumlah elemen masyarakat di Sembalun yang peduli pariwisata daerah itu menggelar sangkep (musyawarah). |
SELONG -- Menyebut nama Sembalun sepertinya terlalu familiar di telinga wisatawan. Popularitas wilayah ini telah menembus seantero negara di dunia.
Namun dibalik ketenaran tempat ini, nampaknya pegiat wisata setempat terus dirundung kekhawatiran akan masa depan daerah tersebut. Pasalnya destinasi di lokasi itu belum dikelola secara maksimal.
Untuk memperkuat hal tersebut, komunitas Destination Managmen Organisation (DMO) menggelar Sangkep Blek Awig-Awig Kepaeran Sembalun.
Acara tersebut dilaksanakan di salah satu hotel di Sembalun, Kecamatan Sembalun, Lotim, Kamis (32/7).
Direktur DMO, Baiq Srimulia menerangkan, kegiatan itu disebutnya sebagai satu hal yang penting bagi keberlanjutan wisata Sembalun. Gelaran ini disebutnya tak serta merta muncul, tapi telah melalui proses yang begitu panjang.
"Mulai dari proses gondem, pembentukan tim penyusun draf, dan draf ini kita bahas di Sangkep Bleq (Musyawarah Besar)," ujar Baiq Srimulia.
Latar belakang disusunnya awig-awig itu diakuinya berangkat dari kekhawatiran. Keberadaannya disebutnya sebagai respon warga setempat atas kondisi saat ini.
Masyarakat Sembalun saat ini dihantui ketakutan soal keberlanjutan pariwisata di tempat itu di masa depan.
Sembalun dikenal sebagai salah satu destinasi yang sangat murah dari sisi harga. Paket wisata dan kuliner di tempat ini dihargai sangat murah.
Di lain sisi, buntut kehadiran masyarakat yang terus berdatangan ke Sembalun telah menimbulkan dampak lain. Banyak pengunjung yang tidak memiliki kesadaran terkait kebersihan di lokasi tersebut.
Buktinya, sampah dari berbagai jenis sangat mudah ditemukan. Kondisi ini tidak sebanding dengan apa yang diperoleh dari Sembalun.
Akibatnya, ada friksi antara wisatawan dengan masyarakat setempat. Masyarakat hanya menerima sampah dari ulah wisatawan. Padahal, tidak semua masyarakat Sembalun menikmati keberadaan pariwisata yang ada.
Untuk memaksimalkan dampak sosial, lingkungan dan ekonomi dari pariwisata, dirinya menyebut semua pihak harus berani mengambil strategi. Caranya dengan membuat destinasi di Sembalun menjadi berkualitas.
"Salah satunya, melalui perencanaan dan regulasi yang jelas," paparnya.
Apa yang diungkapkan itu sepertinya bukan tanpa dasar. Ia menganalogikan, jika ingin berkunjung ke rumah orang, maka harus mengikuti aturan di lingkungan tersebut.
Sementara itu, Wakil Bupati Lombok Timur, H Rumaksi mengatakan mengapresiasi kegiatan tersebut. Pasalnya kegiatan tersebut digawangi pemuda.
Meski begitu, orang nomor dua di Lombok Timur ini menyebut ide yang digagas itu perlu tuntunan. Ini mengingat pihak-pihak yang peduli itu butuh dibantu dalam menyusun regulasi perundang-undangan.
"Hanya belum ada yang sudah terlatih menyusun, untuk itu mereka harus dipandu," ujarnya.
Rumaksi menyarankan pihak yang terlibat mau menerima masukan. Seperti langkah awal mengiventarisir segala bentuk persoalan yang ada.
Baru nantinya, papar Rumaksi, digali secara intens, serta mendengarkan pendapat para sesepuh di wilayah tersebut.
Dirinya melihat apa yang dihajatkan dari penyusunan itu hanya untuk destinasi saja. Namun belum menyentuh kepada adat istiadat yang berlaku selama ini, khususnya di kawasan tersebut.
Sebab yang menjadi objek dari hal itu disebutnya yakni Gunung Rinjani, Segara Anak dan destinasi sekitar.
"Bagaimana pendakian ini bisa menjadi nilai ekonomis dari adat istiadat yang ada," ucapnya.
Untuk itu, kata dia, perlu diatur apa yang boleh dan tidak menyangkut tata cara ketika mendaki gunung. Seperti yang telah dilakukan oleh leluhur, agar itu semua dapat diterapkan.
Sebab, ucapnya, di wilayah itu masih kental dengan suasana mistis. Bahkan di gunung tersebut tempat berkumpul wali-wali Allah.
"Apa yang harus dilakukan oleh para pendaki agar selamat saat naik sampai turun. Seperti yang telah dilakukan oleh para leluhur kita," tandasnya. (kin)