Masjid Kuno Bayan |
TANJUNG -- Hari baru saja beranjak. Pagi itu angka waktu di tangan baru menunjuk pukul 06.30 Wita.
Jalanan mulus beraspal berukuran kurang lebih 6 meter itu sudah nampak aktivitas warga. Mereka nampak bergegas.
Sepagi itu, warga di Bayan, Lombok Utara terlihat berjalan kaki menuju sawah dan ladang. Ada pula yang memakai sepeda motor membawa hasil panen ke pasar.
Di sini, di Bayan ada situs sejarah yang cukup masyhur di kalangan masyarakat Sasak (suku di Pulau Lombok). Situs itu berupa masjid kuno.
Keberadaan situs ini masih bisa dijumpai secara utuh. Bangunan masjid itu terawat dengan baik oleh warga setempat.
Sejenak matahari sudah meninggi dan menunjuk angka waktu pukul 08.40 Wita. JEJAK LOMBOK menuju situs tersebut, Minggu (1/8/2021).
Setiba di lokasi, areal masjid itu nampak lengang. Gerbang masjid ini sepertinya baru saja dibuka. Hanya pengurus situs tua itu yang terlihat.
Sosok itu terlihat sedang membersihkan dedaunan kering yang berjatuhan dari pohon di sekitar lokasi.
Masjid kuno ini terletak di Bayan Timur, Desa Bayan, Kecamatan Bayan Lombok Utara. Belakangan masjid ini tidak saja sebagai situs sejarah l, tapi juga menjadi destinasi wisata.
Masjid ini dihimpit oleh rumah-rumah warga sekitar. Meski berada di tengah pemukiman, model bangunan masjid ini masih seperti sediakala.
Atap masjid itu terbuat dari pelepah daun enau. Temboknya terdiri dari bahan rajutan bambu dengan pondasi batu cadas.
"Masjid ini didirikan 1409 Saka, abad ke 17 sekitar tahun 1600-an Masehi," kata Mangku Masjid Kuno Bayan, Raden Palasari.
Kendati menunjuk angka waktu, dirinya mengakui jika sejarah pembangunan masjid ini masih dalam dua versi yang berbeda.
Dia menjelaskan, Islam masuk ke Lombok pada tahun 1400-an. Kala itu, ajaran Nabi Muhammad Saw itu dibawa Syeikh Gaus Abdurrazak, seorang ulama asal Bagdad, Irak. Tokoh ini masuk melalui pelabuhan Carik, Bayan.
Cerita lainnya ialah masjid ini dibangun oleh tiga orang dari sembilan Wali Songo. Mereka masuk menyebarkan Islam berkisar abad ke 17 atau sekitar tahun 1600-an.
Setelah kedatangan ketiga wali ini, baru lah enam wali lainnya datang ke Lombok. Kedatangan mereka tujuannya untuk menyempurnakan syariat agama langit ini.
Kendati kedua versi ini memiliki tokoh sentral yang berbeda. Namun sama-sama disebut masuk ke wilayah itu melalui Pelabuhan Carik.
Jika dilihat dari letaknya, bangunan ini berada pada atas bukit persis di bawah kaki gunung. Luas lahan masjid ini mencapai 1,90 hektare.
Ia memaparkan, ukuran bangunan tersebut 10x10 meter persegi. Di dalamnya ada empat tiang utama, yang terbuat dari kayu nangka berdiameter 0,23 dengan tinggi 4,6.
Situs ini dikelilingi oleh tiga bangunan serupa. Tiga bangunan ini disebutnya merupakan orang pertama memeluk Islam di daerah tersebut.
Selain bangunan situs bersejarah itu, terdapat pula peninggalan lainnya. Yakni santren (musala), Alqur'an, khutbah dan yang lainnya.
Untuk khutbah ini, terangnya, dimiliki oleh setiap desa adat di wilayah itu. Di Bayan sendiri disebut dengan khutbah Bayan, Orong Birak dinamakan Salean, Sukadana dijuluki Tuer, Anyar menggunakan Ila Hukum, dan yang terakhir di Semokan yang menggunakan Centung.
Yang membedakan kelima khutbah itu ialah cara baca serta isinya yang juga berbeda.
Masih kata Palasari, bangunan bersejarah itu tak digunakan sebagaimana masjid pada umumnya. Melainkan ditempati ketika masyarakat menggelar upacara adat.
Sebut saja seperti Maulid Nabi, Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Termasuk pula untuk peringatan tahun baru Islam serta acara lainnya.
Selain itu, bangunan tua ini juga hanya boleh dimasuki oleh kiyai setempat. Aksesnya tidak untuk masyarakat umum.
"Masjid ini direhab sekali dalam satu windu atau delapan tahun," ujarnya.
Untuk penanggalan sendiri, masyarakat adat setempat masih menggunakan Kalender Rowot dalam menghitung angka tahun.
Dalam satu windu terdapat delapan tahun yang oleh masyarakat adat setempat disebut Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be,Wauw dan Jimaakhir.
Namun demikian, untuk proses rehab sendiri harus melalui sangkep (musyawarah) pemangku dan kiyai setempat. Sangkep dilaksanakan di rumah mangku.
Masjid ini sendiri ditetapkan sebagai situs bersejarah sejak tahun 1990 yang lalu. Lalu pada tahun 2011 yang lalu ditetapkan menjadi salah satu destinasi wisata budaya berkelas internasional.
Mulai saat itu, bangunan tua ini menjadi pesona bagi wisatawan, baik lokal maupun internasional. "Khusus penziarah, kita buka setiap hari," tandasnya. (kin)