Amaq Mila
Peresean merupakan permainan stik rotan sebagai alat pemukul dan tameng sebagai pelindung yang dimainkan oleh 2 orang petarung dalam 4 ronde yang diatur oleh 3 orang wasit; 1 orang ditengah dan 2 orang di pinggir serta semuanya menggunakan busana adat Sasak yang diiringi oleh kesenian gamelan tradisional Suku Sasak.
Peresean ini sudah terdaftar sebagai kekayaan tak benda di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi sebagai milik Bangsa Suku Sasak - Lombok - Nusa Tenggara Barat. Peresean bermula dari nenek moyang Suku Sasak dengan tujuan olah kanuragan untuk melatih prajurit-prajurit Bangsa Sasak dalam mempertahankan wilayah kedaulatan masing-masing Kedatuan di Lombok.
Di era tahun 1970 Peresean dijadikan sebagai ajang tradisi ritual Suku Sasak hal itu dilatar-belakangi oleh karena musim kemarau yang berkepanjangan, sehingga oleh masyarakat Suku Sasak melakukan ritual tersebut dengan anggapan; semakin banyak petarung yang mengeluarkan darah kepala akibat sabetan rotan lawan, maka diyakini hujan deras akan segera turun.
Dewasa ini Peresean berubah menjadi sebuah seni pertunjukan yang kapanpun dan dalam rangka apapun bisa digelar dimana saja, seperti dalam rangka merayakan Hari Kemerdekaan RI, di lingkungan hotel sebagai hiburan tamu-tamu luar daerah, dan dalam rangka acara-acara besar tertentu lainnya.
Namun sejak muncul Covid 19, ajang peresean tidak ada lagi di gelar diberbagai Desa dan Kecamatan di Lombok ini. Hingga membuat para pecinta peresean akan rindu dengan pegelaran peresean. Entah bagaimana nasib para pelaku presean hingga saat ini.?
Tentu barang kali tidak hanya menyisakan kerinduan namun membuat sebagian para pelaku peresean harus gulung tikar dengan kondisi Covid 19 yang semakin hari semkin merebah yang tidak bisa ditentukan kapan berakhirnya.
Pagelaran peresean selain sebagai ajang pagelaran hiburan namun presean sebenarnya membuka lapangan kerja dan menyerap tenaga kerja seperti penyelenggara, petarung, bahkan juga para youtuber peresean sebagai materi konten kreator. Namun kini para pelaku peresean hanya menaruh sebuah harapan kiranya Covid-19 beserta seluruh kawan-kawannya segera berlalu dari muka bumi ini. (*)
* Penulis adalah Pemerhati Budaya Presean