PILAH SAMPAH: Para peserta pelatihan pengelolaan sampah destinasi wisata saat belajar memilah sampah anorganik di Desa Batu Kumbung. |
GERUNG -- Persoalan sampah di destinasi wisata kian hari menjadi persoalan serius. Masalah ini menjadi tanggung jawab bersama, baik pemerintah maupun masyarakat itu sendiri.
Untuk mengelola sampah yang baik, perlu menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal dalam mengelolanya. Tujuannya agar eksistensi dan kenyamanan destinasi tetap terjaga.
Keberadaan sampah di sebuah destinasi wisata tentunya sangat mengganggu para pengunjung yang ingin menikmati keindahan sebuah destinasi. Dinas Pariwisata (Dispar) Lombok Barat (Lobar) kemudian memberikan Pelatihan Kebersihan Lingkungan, Sanitasi dan Pengelolaan Sampah di Destinasi Wisata kepada para pengelola destinasi wisata di Lobar.
Dalam pelatihan ini peserta diberikan materi seperti manajemen pengelolaan sampah. Ada juga teknik pemilahan sampah, teori daur ulang sampah hingga ke praktik memilah dan mengolah sampah organik maupun non organik.
Kegiatan yang digelar selama tiga hari sejak Jum’at (10/9) lalu hingga Minggu (12/9). Kegiatan ini diharapkan mampu menciptakan kebersihan dan kenyamanan pengunjung di destinasi wisata.
Pelatihan ini sendiri dilaksanakan di Hotel Montana Premier Senggigi dan diikuti 45 orang pengelola destinasi wisata.
“Persoalan sampah itu tidak harus melulu urusan pemerintah, tetapi semua pihak, baik itu pemerintah, masyarakat dan juga komunitas,” kata Bupati Lobar, H Fauzan Khalid saat membuka kegiatan, Jum’at (10/9).
Dalam kesempatan itu bupati berpesan agar para peserta mampu menjadi contoh, penggerak dan teladan bagi semua orang. Ini penting, terutama di desa maupun di destinasi masing-masing.
Di hari pertama, peserta mendapatkan materi manajemen pengelolaan sampah. Materi ini disampaikan Sri Susanty dari THINQ Konsultan Indonesia.
“Materi yang kami sajikan pengelolaan sampah organik dan ada juga bank sampah yang mengajarkan bagaimana sampah plastik ini menjadi bermanfaat dan didaur ulang dan menerapkan 3R,” jelasnya.
Di hari kedua, materi dilanjutkan oleh owner Bank Sampah Mandiri, Sukmala Indra Polesti. Tidak hanya teori, Indra Polesti juga memberikan materi praktek pengolahan sampah organik dan non organik yang bisa menghasilkan nilai ekonomis dari sampah.
Di destinasi wisata NTB khususnya di Lombok Barat, menurutnya banyak sampah yang bisa dikelola sehingga memiliki nilai ekonomis dan juga bisa menunjang ekonomi kreatif. Contoh sederhana pengolahan sampah plastik yakni membuat ecobrick.
Dalam ecobrick ini, sampah plastik yang dimasukkan ke dalam botol. Botol yang telah terisi plastik kemudian dirakit menjadi kursi, meja, bahkan menjadi tas, topi hingga kerajinan tangan lainnya.
Ia berharap, dengan pelatihan ini para peserta dapat mengaplikasikannya kedalam kehidupan sehari-hari.
“Terutama dipraktikkan di destinasi wisata mereka masing-masing. Jangan sampai berakhir hanya sampai di sini saja," ucapnya.
Ia berharap Dispar Lobar akan ada pendampingan lagi, baik itu dari Dinas Pariwisata atau bisa juga mengajak pihaknya bekerjasama meninjau sejauh mana para peserta pelatihan sudah mengaplikasikan ilmu yang sudah diberikan.
Di hari terakhir kegiatan, peserta kemudian dibawa menuju Dusun Pondok Buaq yang berada Desa Wisata Batu Kumbung Kecamatan Lingsar. Di sini para peserta mendapatkan materi praktek pemilihan sampah yang benar.
Desa ini dipilih sebagai tempat praktik karena dinilai menjadi salah satu desa yang memiliki manajemen pengelolaan sampah yang tergolong baik. Di sini, pihak desa mampu menjadikan sampah bernilai ekonomis.
Misalnya, sampah organik diolah menjadi pupuk cair hingga pakan ikan berupa maggot (ulat sampah). Sementara sampah non organik disalurkan ke bank-bank sampah dan dijual kepada pengepul sampah, sehingga volume sampah yang tidak terpakai tetap dibuang ke TPS dengan jumlah sedikit.
Di sisi lain, Kepala Dispar Lobar Saiful Ahkam berharap, melalui pelatihan ini para peserta mampu mengedukasi masyarakat terutama yang berada di kawasan destinasi untuk lebih peduli terhadap lingkungan.
“Saya ingin mendorong sekarang, bagaimana proses membuat sampah menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis itu tidak menjadi sesuatu yang mengawali pekerjaan kita. Tapi semestinya yang menjadi awal dari keseluruhannya adalah bahwa kita memiliki kepedulian terhadap lingkungan kita, kepedulian terhadap keselamatan bumi kita,” lanjutnya.
Disadarinya bahwa persoalan sampah merupakan masalah global yang harus dimulai dari diri sendiri tanpa harus menunggu orang lain bertindak.
Diketahui, dari data BPS Lobar tahun 2020, estimasi timbunan sampah per jiwa di Lombok Barat menyentuh hingga angka 0,4 kg per hari dan 103.894,56 kg dalam setahunnya.
“Dan ternyata kita hanya mampu mengelola tidak lebih hanya antara 12-50 persen. Sisanya yang kita buang ke TPA itu tidak lebih dari hanya di bawah 30 persen," ucapnya.
Dari jumlah itu, berarti antara 50-60 persen adalah sampah yang berceceran di mana-mana yang tidak jelas siapa yang bertanggung jawab.
Untuk itu, ia berharap para peserta yang berkesempatan hadir nantinya mampu menjadi garda terdepan, pendorong hingga menjadi pioner bahkan pegiat untuk pengelolaan sampah nantinya.
“Kita ingin menjadi orang yang tidak hanya mengarahkan dalam bentuk bicara, tapi juga mengarahkan dalam bentuk contoh,” tegasnya. (jl)