Bupati Lombok Timur HM Sukiman Azmy |
Selong-- Ribuan masa memadati jalan utama kota. Polisi dengan sigap memutar aeus pengendara.
Setidaknya ada empat mobil berarakan membawa pengeras suara. Teriakan takbir dan shalawat memadati langkah mereka.
Sesampainya digedung penguasa, suasana sudah berubah aroma. Suhu sudah mulai panas, spanduk dan pamplet sudah mulai dijunjung tinggi.
Perwakilan dari mereka menyampaikan asprasi. Sembari masa diminta duduk bersila, itu sebagai adab dalam bersuara.
Tak lama berselang, kedua pimpinan daerah di Gumi Patuh Karya secara bergiliran keluar. Ikut bersila seperti masa yang mendatanginya.
Di pagi hari menjelang siang itu langit begitu bersahabat. Pekikan teriakan yang tadinya beegemuruh seketika senyap, sepi saat orang nomor satu di Lombok Timur larut dalam orasinya.
"Sudah 8 tahun saya jadi Bupati tidak pernah melihat suasana seperti ini, alhamdulillah," kata Bupati Lombok Timur, HM Sukiman Azmy, dalam orasinya saat menemui masa Aksi Bela Leluhur TGH Muhammad Ali Batu, Rabu (6/1)
Biasanya sebut Sukiman, demo itu urakan, teriak dan caci maki namun tidak bagi masa aksi yang hari ini ia jumpai. Hal itu disebutnya merupakan buah dari pengajian Almagfurullah TGH Muhammad Ali Batu.
Ia mengatakan, siapa yang tak mengetahui sosok TGH Muhammad Ali Batu. Bagi yang tak tahulah yang menurutnya tidak pernah membaca sejarah.
Oranh yang berkata aneh, kata dia, perlu diberikan pelajaran sejarah. Bagaimna perannya di daerah, tanah Lombok, pulau bahakan untuk negara.
Orang nomor satu di Lotim ini menceritakan, cikal bakal tokoh tersebut dijuluki TGH Muhammad Ali Batu. Berawal skira pada tahun 1800, saat penjajah masih menduduki tanah Sasak, Ali Batu tengah menunaikan ibadah haji ke Makkah.
Dalam perjalan ibadah rukun islam kelima itu lah terjadi suatu peristiwa yang dahsyat diluar nalar manusia. Yaitu, Ali Batu berjalan kaki tak menggunakan pesawat seperti saat ini.
Saat perjalanan di Mesir, terjadi juga peristiwa dahsyat berupa badai ekstrim. Pohon-pohon bertumbangan, orang tak bisa keluar untuk berjalan dari Mesir ke Makkah.
Ditengah peristiwa itu, terjadi keajabaian yang dialaminya. Yakni berupa pohon besar tumbang.
"Pohon tumbang begitu besar, seolah Allah memberikannya menjadi jembatan untuk meniti melewati Sungai Nil," tutur Sukman
Ia (Ali Batu) sepertinya tak sadar. Sampai bertanya benarkah yang dialaminya itu, dan sempat tak percaya atas peristiwa itu.
Untuk menguji kepercayaannya, ia menyelupkan jarinya ke dalam Sungai Nil. Dan seketika jemari itu mengkristal menyerupai batu.
"Begitulah sejarahnya, orang-orang yang tidak memahami sejarah itulah yang berkata aneh-aneh seperti sekarang ini," ucapnya
Lantaran itu ia menyeru agar orang yang belum mengetahui sejarah itu agar membacanya, agar sama mengetahui perjalanan cerita itu. Sontak seruan itu disambut oleh ribuan masa aksi.
Ia melanjutkan, sejarah itu telah ditulis dalam sebuah lontar dalam bahasa sanskerta. Yang berjudul babad Sakra Karang Asem.
Di babad itu diceritakan pada tahun 1891, muncul satu tokoh sebagai pemersatu bangsa. Figur itu tak lain ialah TGH Muhammad Ali Batu.
Dia lah yang berjasa mempersatukan antara bangsawan, golongan menengah, hingga rakyat jelata. Yang dijadikan sebagai kekuatan untuk memberontak dan menyerang penjajah pada waktu itu.
Dari sekelumit cerita itu, kata dia, jangan sampai membolak balik kan sejarah. Taruhlah, ucapnya, hal itu pada tempatnya.
"Kita hormati apa yang seharunya kita hormati," pungkasnya
Dalam potongan video yang beredar, ujar Bupati, salah satunya bagaimana sikap terhadap TGH Muhammad Ali Batu.
Ia mengaku telah memanggil salah seorang keturunannya. Untuk memberitahu bahwa tahun 2022 ini makam TGH Ali Batu akan direnovasi.
Hal itu dilakukan sebagai wujud penghargaan kepadanya atas perjuangannya di Gumi Sasak ini.
"Itu sebagai wujud penghargaan kepada beliau yang telah memperjuangkan islam di bumi kta di Lombok Timur khususnya, Lombok dan NTB secara umum," sebutanya
"Apa yang diutarakan oleh Miq Guntur, kita akan kawal proses ini, kita akan laksanakan dengan sebaik-baiknya, tidak ada arogansi dan anarkhi," tandasnya (kin)