Oleh: Mastur Sonsaka
Pemerhati Perilaku Politik IAIH Pancor Lombok Timur
Era post-truth adalah era dimana fakta dan opini berkumpul dan diterima sebagai informasi oleh masyarakat, tanpa mempertimbangkan validitas dan kebenaran dari sumber informasi tersebut.
Indonesia dan seluruh negara di dunia saat ini sedang berada dalam era post-truth, dimana fakta dan informasi tidak lagi menjadi prioritas, melainkan dipengaruhi oleh emosi dan pandangan pribadi. Dalam era post-truth, informasi yang diterima oleh masyarakat seringkali tidak akurat atau bahkan palsu, dan mempengaruhi pandangan dan tindakan masyarakat.
Dampak negatif Era post-truth di Indonesia sekurang-kurangnya meliputi empat hal. Pertama, pertumbuhan hoax dan informasi palsu: era post-truth membuat mudah bagi pihak-pihak tertentu untuk membuat dan menyebar informasi palsu untuk mempengaruhi opini public yang diperparah dengan lemahnya literasi digital masyarakat.
Kedua, kurangnya kredibilitas media: banyak media yang tidak memiliki standar jurnalistik yang baik, dan lebih memprioritaskan sensasionalisme dan propaganda daripada fakta dan informasi yang akurat.
Ketiga, pertumbuhan polarisasi: era post-truth memperparah polarisasi politik dan sosial di Indonesia, dengan masing-masing pihak memegang teguh pada pandangan yang berbeda dan sulit untuk berdialog dan berkoordinasi dua pemilu terakhir cukup menjadi bukti dalam hal ini. Keempat, kerusakan citra dan reputasi negara: era post-truth juga mempengaruhi citra dan reputasi negara di mata dunia, dengan informasi palsu yang beredar dan tidak akurat mengenai situasi di Indonesia.
Untuk mengatasi masalah-masalah ini, diperlukan kerjasama dan komitmen dari semua pihak, termasuk pemerintah, media, dan masyarakat, untuk memastikan bahwa informasi yang diterima oleh masyarakat akurat, transparan, dan dapat dipercaya.
Penyelenggaraan Pemilu di Era Post-Truth
Dalam hal ini, penyelenggaraan pemilu menjadi lebih sulit dan memerlukan tindakan ekstra untuk memastikan keabsahan hasil pemilu. Tiga lembaga yang diberi kewenangan oleh negara melalui Undang-udang yakni KPU, Bawaslu dan DKPP tentu harus bekerja ekstra untuk memastikan idealitas penyelenggaraan pemilu.
Beberapa hal yang bisa dilakukan oleh penyelenggara agar idealitas pelaksanaan pemilu di era post-truth adalah: Pendidikan masyarakat tentang media literacy dan memfilter informasi, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses pemilu, melakukan monitoring dan pengujian terhadap informasi yang beredar, dan memberikan sanksi bagi pihak yang mempengaruhi proses pemilu melalui penyebaran informasi palsu. Dengan demikian, penyelenggaraan pemilu dapat menjadi lebih demokratis dan merupakan refleksi dari keinginan masyarakat yang sebenarnya.
Ada beberapa masalah utama yang menjadi permasalahan dalam penyelenggaraan pemilu di era post-truth di Indonesia, diantaranya: Penyebaran informasi palsu dan hoaks: era post-truth membuat mudah bagi pihak-pihak tertentu untuk membuat dan menyebar informasi palsu dan hoaks untuk mempengaruhi opini publik dan mempengaruhi hasil pemilu, kurangnya partisipasi aktif dari masyarakat: meskipun partisipasi masyarakat penting dalam pemilu, banyak masyarakat Indonesia yang tidak memahami proses pemilu dan tidak memiliki minat yang cukup untuk berpartisipasi secara aktif, kemungkinan kecurangan dan manipulasi: sistem elektronik yang digunakan untuk menghitung suara dapat dimanipulasi, dan banyak pelanggaran lainnya dapat terjadi selama pemilu, keterbatasan dalam penegakan hukum: meskipun ada hukum yang melindungi integritas pemilu, banyak kasus kecurangan yang tidak terdeteksi dan tidak dikenakan sanksi, dan kesenjangan akses terhadap informasi: banyak masyarakat di wilayah pedesaan dan terpencil di Indonesia yang tidak memiliki akses yang memadai terhadap informasi tentang pemilu, sehingga membuat mereka kurang memahami proses pemilu dan lebih rentan terpengaruh oleh informasi palsu dan hoaks.
Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, diperlukan kerjasama yang erat antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga-lembaga swasta untuk memastikan bahwa pemilu di era post-truth di Indonesia tetap adil, transparan, dan dapat dipercaya.
Pengawasan Pemilu di Era Post-Truth
Pengawasan pemilu di era post-truth memerlukan upaya yang lebih besar untuk memastikan bahwa pemilu berlangsung dengan adil dan transparan. Pengawasan yang kuat dan independen sangat penting untuk memastikan bahwa pemilu di era post-truth tetap merupakan representasi yang akurat dari keinginan rakyat dan memberikan hasil yang adil dan dapat dipercaya. Ada beberapa masalah yang muncul dalam pengawasan pemilu di era post-truth, diantaranya: Penyebaran informasi palsu dan hoaks: era post-truth membuat mudah bagi pihak-pihak tertentu untuk membuat dan menyebar informasi palsu dan hoaks untuk mempengaruhi opini publik dan mempengaruhi hasil pemilu, kurangnya sumber daya untuk pengawasan: pengawasan yang efektif membutuhkan sumber daya yang memadai, namun banyak negara termasuk Indonesia tentu saja memiliki keterbatasan sumber daya untuk melakukan pengawasan yang baik, partisipasi aktif dari masyarakat yang kurang: meskipun partisipasi masyarakat penting dalam pengawasan pemilu, banyak masyarakat yang tidak memahami proses pemilu dan tidak memiliki minat yang cukup untuk berpartisipasi secara aktif, kemungkinan kecurangan dan manipulasi: sistem elektronik yang digunakan untuk menghitung suara dapat dimanipulasi, dan banyak pelanggaran lainnya dapat terjadi selama pemilu, dan keterbatasan dalam penegakan hukum: meskipun ada hukum yang melindungi integritas pemilu, banyak kasus kecurangan yang tidak terdeteksi dan tidak dikenakan sanksi.
Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, diperlukan kerjasama yang erat antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga-lembaga swasta untuk memastikan bahwa pemilu di era post-truth tetap adil, transparan, dan dapat dipercaya. Ini dapat dilakukan melalui beberapa cara seperti: Penyediaan akses yang adil dan setara bagi semua calon dan partai politik untuk berkampanye dan mempresentasikan platform mereka kepada masyarakat, perlindungan terhadap hak-hak pemilih dan pemilu yang bebas dan adil, penegakan hukum terhadap kegiatan kecurangan, intimidasi, dan praktik-praktik tidak adil selama pemilu, penerapan sistem elektronik yang aman dan terpercaya untuk menghitung suara dan mencegah kecurangan, dan partisipasi aktif dari lembaga independen, seperti Komisi Pemilihan Umum, dan pemantau pemilu lainnya, untuk memastikan bahwa pemilu berlangsung dengan adil dan transparan.